Kisah Lala Diah Pitaloka, Juara Karate yang Berpindah-pindah Kontrakan

Sabtu, 15 Desember 2018 - 21:10 WIB
Kisah Lala Diah Pitaloka, Juara Karate yang Berpindah-pindah Kontrakan
Lala Diah Pitaloka berhasil menjadi atlet karate cilik yang beberapa waktu lalu menjuarai Kejuaran Internasional Karate di Belgia. Namun, sang juara ternyata harus pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Foto/SINDOnews/Inin Nastain
A A A
MAJALENGKA - Lahir dan besar di kalangan keluarga sederhana, Lala Diah Pitaloka (13) berhasil menjadi atlet karate cilik berprestasi. Bahkan, beberapa waktu lalu dia menjuarai Kejuaran Internasional Karate di Belgia. Namun, sang juara ternyata harus pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain.

"Ya, pindah-pindah (kontrakan) saja. Di (kontrakan) sini baru empat bulan. Kebetulan yang punya rumahnya masih saudara, jadi nggak terlalu mahal," kata ayah Lala, Idi Sayidiman, di rumah kontrakannya, RT 5/8, Blok Tajurwangi, Desa Waringin, Kecamatan Palasah, Sabtu (15/12/2018).

Menurut Idi kepada SINDOnews, sejak 2014 lalu Lala memang kerap menjuarai sejumlah kejuaraan. Namun, gelar tersebut tidak lantas membuat dia bergelimang uang. "Kebanyakan hanya medali, piagam, dan tropi saja. Pernah ada kadeudeuh (bonus) waktu di O2SN, sebesar Rp5 juta, dipotong pajak. Alhamdulillah, untuk kebutuhan sehari-hari," jelasnya.

"Baru kemudian setelah juara dunia, saat di Jerman 2016 silam, mulai ada bonus-bonus. Terakhir waktu juara di Belgia kemarin, ada bonus juga dari Pemkab, Rp50 juta. Insya Allah itu akan digunakan untuk usaha," jelas Idi, yang juga pelatih fisik Lala itu.

Hidup di lingkungan keluarga sederhana, sukses membuat Lala tumbuh sebagai sosok yang rendah hati. Meskipun sudah memiliki nama besar, Lala tetap seperti halnya anak-anak pada umumnya.

"Dari kecil dia sudah kelihatan mandiri. Alhamdulillah, meskipun dari keluarga sederhana, dia tidak pernah terlihat minder saat mengikuti kejuaraan. Sampai sekarang ya masih kayak anak-anak pada umumnya, mandiri dan tidak membuat jarak dengan orang lain," ungkap dia.

Jauh sebelum Lala menjadi atlet hebat, Idi mengaku kerap mendapat kesulitan saat menyiapkan kebutuhan untuk Lala. Kesulitan semakin terasa saat dia akan berangkat ke Jerman.

"Sempat dioper-oper dari satu instansi ke instansi lain saat minta rekomendasi untuk pembuatan paspor, karena kan masih di bawah umur. Hingga akhirnya Pak (mantan) Bupati Karna Sobahi (saat itu masih menjadi Wakil Bupati) turun tangan," jelas dia.

"Untuk ongkos pun, ya begitu. Alhamdulillah banyak teman yang tidak sungkan untuk membantu. Istilahnya, keroyokan. Namun kami keukeuh (ikut kejuaraan), sebab untuk menjadi hebat, membutuhkan jam terbang. Hingga akhirnya, lagi-lagi ketauan sama pejabat dan sempat bilang kalau mau ikutan kejuaran, silakan menghubungi. Namun saat itu masih dari kantong pribadi mereka," lanjut Idi.

Idi pun mengungkapkan keinginannya. "Berangkat dari serba keterbatasan, kami ingin membuktikan bahwa karate itu mudah. Ingin menjadi ikon Majalengka. Ketika ingat karate, ingat Majalengka," papar Idi. (Baca Juga: Atlet Karate Cilik Asal Majalengka Harumkan Nama Indonesia di Belgia(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.5468 seconds (0.1#10.140)