Soal Wacana Pemindahan Ibu Kota Jabar, Ridwan Kamil Bilang Begini

Jum'at, 30 Agustus 2019 - 21:02 WIB
Soal Wacana Pemindahan Ibu Kota Jabar, Ridwan Kamil Bilang Begini
Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Foto/SINDONews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meluruskan kabar soal wacana pemindahan Ibu Kota Provinsi Jabar yang belakangan mencuat dan mendapat berbagai tanggapan dari berbagai pihak, baik pro maupun kontra.

Ditemui seusai mendampingi Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024 dalam acara Tasyakur Kebangsaan di Hotel Horison, Jalan Pelajar Pejuang, Kota Bandung, Kamis (30/8/2019), Gubernur yang akrab disapa Emil itu mengatakan, pihaknya bukan akan mengkaji ibu kota baru, melainkan pusat pemerintahan baru di Provinsi Jabar.

Pasalnya, kata Emil, Kota Bandung yang selama ini menjadi pusat pemerintahan Provinsi Jabar dinilai sudah tidak memadai.

"Bukan ibu kota.Ibu kotanya bisa saja tetap di Bandung, tapi pusat pemerintahannya ngumpul di sebuah tempat yang memadai," kata Emil.

Emil mengaku tak menyangka jika kabar yang mencuat malah menyoal pemindahan Ibu Kota Provinsi Jabar. Padahal, pemindahan pusat pemerintahan baru Provinsi Jabar pun baru sebatas wacana.

"Pertanyaan wartawan kemarin kan tentang apa isi (Peraturan Daerah) RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Jadi, jangan dibiaskan seolah-olah hanya itu (pemindahan pusat pemerintahan). (RTRW) Ini memuat puluhan rencana-rencana besar," ujar Emil.

Sebelumnya, Emil menyebut tiga daerah yang layak dijadikan pusat pemerintahan baru di Jabar. Ketiganya, yakni Tegalluar di Kabupaten Bandung, Walini di Kabupaten Bandung Barat, dan kawasan Segitiga Rebana yang meliputi Cirebon, Majalengka, dan Subang.

"Tapi bisa di luar itu juga. Wacananya kan sudah lama, cuma disepakati untuk studi berdasarkan RTRW," tutur Gubernur.

Wacana pemindahan pusat pemerintahan ini, ungkap Emil, didasari oleh alasan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat mengingat kantor-kantor pemerintahan Provinsi Jabar saat ini terpencar, bahkan ada yang di luar Kota Bandung.

"Supaya pelayanan publik tidak menclok-menclok, tidak efektif, mengurangi pelayanan seperti sekarang karena ada kantor dinas di Cimahi, di pinggir kota," ungkap Emil.

Sementara itu, mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan menilai, pada dasarnya, wacana pemindahan pusat pemerintahan merupakan upaya untuk menghadirkan pelayanan yang lebih baik. Terlebih Kota Bandung sebagai Ibu Kota Jabar saat ini sudah sangat padat.

"Kepadatan penduduk di Kota Bandung itu sudah di atas kapasitas kota yang dibangun oleh para perancangnya dulu. Para perancangnya dulu kan membangun Kota Bandung itu untuk dihuni 70 sampai 1 juta (jiwa), sekarang sudah 2,5 juta (jiwa), sudah melampaui kapasitas kan," kata Ahmad Heryawan.

Aher, sapaan akrab Ahmad Heryawan juga mengemukakan, wacana pemindahan pusat pemerintahan Provinsi Jabar sebenarnya telah digaungkan sejak dirinya menjabat Gubernur Jabar.

Bahkan, wacana tersebut sempat dibahas serius guna memecah kepadatan penduduk dan memperluas cakupan perekonomian.

"Saat itu terpikirkan oleh kami merancang dengan sejumlah pihak untuk membentuk kota baru di kawasan Walini (Kabupaten Bandung) yang sekarang yang menjadi TOD (transit oriented development) kereta api cepat (Bandung-Jakarta)," ujar dia.

Saat itu, tutur Aher, kajian mengenai pemindahan pusat pemerintahan baru ini sudah sangat matang. Namun, ada persolan yang berkaitan dengan peraturan dari berbagai pihak, baik itu pemerintah pusat maupun swasta.

"Terutama dengan PT PN (Perkebunan Nusantara) waktu itu enggak ketemu karena pengen bertahan untuk perkebunan. Ya sudah sulit. Kita gak punya lahan," tutur Aher.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Karim Suryadi menilai, wacana pemindahan Ibu Kota Provinsi Jabar bertolak belakang dengan semangat e-government yang digaungkan pemerintah selama ini.

Karim juga mengatakan, wacana ini kontraproduktif dengan cita-cita pemerintahan berbasis digital. Artinya, pusat pemerintahan tidak perlu lagi berada dalam sebuah kawasan, seperti halnya alasan pemindahan pusat pemerintahan Jabar yang dipaparkan Emil.

"Jangan pernah berpikir pusat pemerintahan itu harus terpusat secara fisik. Loh buat apa mengembangkan e-government. Jangan ngomongnya e-goverment, tapi mikirnya penataan kota secara konvensional. Tidak cukup alasan memindahkan ibu kota karena beban Bandung saat ini," kata Karim.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5895 seconds (0.1#10.140)