Harapan Keadilan Warga Korban Tol Cipali Berubah Air Mata

Kamis, 29 Agustus 2019 - 23:00 WIB
Harapan Keadilan Warga Korban Tol Cipali Berubah Air Mata
Bupati Karna Sobahi (tengah) saat menemui korban penggusuran. Foto/SINDOnews/Inin Nastain
A A A
MAJALENGKA - Harapan puluhan korban penggusuran Tol Cipali akan mendapat keadilan berubah jadi air mata sedih. Mereka terpaksa keluar dengan duka setelah hakim memutus tuntutan mereka terkait besaran ganti rugi ditolak dalam sidang putusan di Ruang Utama, Pengadilan Negeri (PN) Majalengka, Kamis (29/8/2019).

Sejumlah korban, khususnya ibu-ibu tampak tidak kuasa menahan air mata. Dengan suara terisak, mereka meratapi putusan yang sebelumnya diharapkan bisa mendatangkan rasa keadilan bagi pihak penggugat.

Selain air mata, suara-suara kekecewaan pun terdengar dari mulut mereka, saat meninggalkan ruang sidang. "Indonesia belum merdeka kalau bagini. Mana keadilan bagi seluruh rakyat Indonesianya," teriak salah satu penggugat.

Selain putusan, kekecewaan warga juga dipicu oleh pernyataan hakim saat sidang. Salah satu hakim menyebut bahwa, jalan tol yang membentang di lahan milik korban, merupakan jalan umum. "Katanya jalan umum. Kalau disebut jalan umum, motor, becak, sama dean bisa masuk dong? Itu kata hakim," kata korban lain, Fahmi.

Putusan pengadilan yang menolak gugatan korban, tampak begitu menampar mereka. Bahkan, puluhan warga itu sempat mendatangi Rest Area 166, untuk menutup jalan Tol. Namun, aksi itu tidak berkelanjutan.

Setelah sempat berkumpul di Rest Area 166, mereka kemudian menuju Pendopo untuk menemui Bupati. Dalam kesempatan itu, 10 orang perwakilan warga diterima langsung oleh Bupati Karna Sobahi.

Seusai menemui para korban, Karna mengatakan telah memberikan beberapa saran. Naik banding, adalah saran utama yang disampaikan Bupati kepada warga terdampak itu.

"Tidak ada jalan lain, saran saya adalah mereka segera naik banding saja untuk menuntut hak," kata Karna.

Dalam kesempatan itu, Karna mengaku belum mengetahui secara pasti terkait fakta yang terjadi. "Sebetulnya kita belum tahu fakta yang sebenarnya, sehingga Pengadilan menolak, itu kaya apa. Nanti saya akan diskusi lah dengan Pak Ketua pengadilan, gimana nih persoalannya," kata Karna.

Dalam pertemuan itu,Karna mengaku ada sejumlah dampak lain yang diterima warga akibat harga ganti rugi yang terbilang cukup kecil. Hal itu seperti penuturan dari warga yang disampaikan dalam pertemuan itu.

"Kasian juga, mereka bercerita keluarga ada yang ayahnya jadi pengangguran gara-gara harganya dibeli murah. Tetap kita pahami dari segi perasaan ya. Ya kalau berbicara hukum kan bicara fakta, tidak bicara perasaan ya. Makanya pertemuan tadi (disampaikan) satu pemahaman dari segi prosedur, (dua) dari segi hukum, (tiga) dari segi perasaan," jelas dia.

"Apalagi (kata) mereka, pihak tol (sempat mengatakan) ketika pengadilan memenangkan, ya berapapun akan bayar. Itu kan pengakuan mereka (warga), seperti itu. Saya sebagai Bupati tentu posisinya harus memahami dari prosedur hukum, tetapi juga dari perasaan sebagai pemimpin, apalagi (korban) murid saya semua," lanjut dia.

Di sisi lain, terkait status Pemkab sebagai salah satu pihak tergugat, Karna menegaskan akan mempelajari berkas-berkas terkait. Hal itu dinilai penting mengingat tahapan pembebasan lahan terjadi pada masa Bupati terdahulu.

"Ya kita pelajari dulu, karena ini kan cerita yang lalu, saya tanya (katanya) zaman (Bupati) Bu Tuti, SK tanah itu (tahun) 2007, saya masih (menjabat) Kadisdik," kata Karna.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4438 seconds (0.1#10.140)