Buruh Unjuk Rasa di Gedung Sate Tolak Revisi Undang-Undang Naker

Kamis, 22 Agustus 2019 - 20:17 WIB
Buruh Unjuk Rasa di Gedung Sate Tolak Revisi Undang-Undang Naker
Ratusan buruh berunjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (22/8/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Ratusan buruh yang berasal dari 11 serikat pekerja yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Barat menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Kamis (22/8/2019).

Dalam aksinya yang digelar di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, mereka menilai, revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut merugikan buruh. Oleh karenanya, para buruh juga mendesak Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan DPRD Jabar menolak revisi undang-undang tersebut.

Koordinator Aliansi Buruh Jabar, Ajat Sudrajat menegaskan, revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merugikan buruh. Pasalnya, dalam revisi tersebut terdapat sejumlah kebijakan yang jelas-jelas merugikan kepentingan buruh.

Dia memaparkan, dalam draf revisi yang beredar, terdapat soal pengurangan pesangon buruh pekerja, ada penetapan pekerja waktu tidak tertentu atau kontrak, adanya penetapan pekerjaan bisa diserahkan pada perusahaan out sourching, dan penghambatan pembentukan serikat buruh dan hak pekerja lainnya.

"Ini sangat nerugikan buruh dan pekerja di Indonesia. Beberapa daerah juga sudah bergerak seperti Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, hingga Aceh," sebut Ajat disela-sela aksinya.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Gubernur dan DPRD Jabar untuk mendukung penolakan tersebut. Pihaknya berharap dukungan tersebut bisa menjadi rekomendasi untuk Presiden dan DPR RI.

"Harapan kami mereka mendukung kami dengan menolak draf dari revisi undang-undang tersebut. Sudah sepantasnya sebagai pemimpin di Jabar untuk mendukung kami para kaum buruh dan pekerja," tegas Ajat.

Ajat menambahkan, aksi unjuk rasa ini pun dilatarbekangi isu lokal terkait penolakan sistem pemagangan serta upah murah yang berlaku di Jabar. Menurut dia, praktik upah murah disinyalir akan diterapkan pemerintah daerah dengan memanfaatkan program Citarum Harum yang digagas Pemprov Jabar.

Sebab ratusan perusahaan yang berdiri di daerah aliran sungai (DAS) Citarum dan membuang limbahnya ke Sungai Citarum akan direlokasi ke kawasan Cirebon, Majalengka, dan Subang (Segitiga Rebana) yang nilai upah minimum kabupaten/kota (UMK)-nya terendah di Jabar.

"Aksi ini juga berkaitan dengan isu lokal, yakni program Citarum Harum dimana program itu berdampak pada relokasi perusahaan di Jabar ke Cirebon, Majalengka, dan Subang. Ini dampak sangat kompleks karena dikhawatirkan menyebabkan upah murah di Jabar," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muchamad Ade Afriandi dan Ketua Komisi V DPRD Jabar Syamsul Bachri sempat menerima perwakilan buruh saat menyampaikan aspirasinya.

Hasilnya, mereka sepakat untuk menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan memperbaiki sistem pemagangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 23 Tahun 2013.

"Kami juga sepakat menolak segala bentuk kebijakan terkait upah murah yang diberlakukan di Indonesia," kata mereka.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4433 seconds (0.1#10.140)