Gugatan Korban Penggusuran Proyek Tol Cipali Diputuskan Besok

Rabu, 21 Agustus 2019 - 19:01 WIB
Gugatan Korban Penggusuran Proyek Tol Cipali Diputuskan Besok
Tol Cipali. Foto/Dok SINDOnews
A A A
MAJALENGKA - Perjalanan puluhan warga Kabupaten Majalengka, Jawa Barat yang menjadi korban penggusuran untuk proyek Tol Cipali, segera berakhir. Setelah menuntut keadilan di Pengadilan Negeri (PN) Majalengka sejak November 2018 lalu, Kamis (22/8/2019) besok mereka akan mendapat kepastian, apakah gugatan mereka dikabulkan atau ditolak.

Hal itu seiring dengan rencana digelarnya sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan oleh hakim. Hal itu dikatakan salah satu penggugat, Fahmi, lewat pesan WhatsApp yang diterima SINDOnews, Rabu (21/8/2019).

Harapan akan adanya keadilan kembali muncul jelang putusan besok. Bersama rekan-rekan lainnya sesama korban penggusuran, Fahmi benar-benar berharap produk hukum dari pengadilan bisa menghadirkan rasa keadilan yang selama ini dianggapanya telah menjauh. "Intinya kami meminta keadilan seperti yang tercantum dalam Pancasila sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," jelas dia.

Kendati demikian, Fahmi tidak menampik bahwa putusan pengadilan bisa saja jauh dari harapan. Jika hal itu terjadi, dia menegaskan tidak akan berhenti untuk menuntut hak-haknya sebagai warga negara. "Mungkin ada upaya lain. Bisa ngajukan banding atau penutupan jalan tol," tegas dia.

Kegigihan Fahmi dalam menuntut haknya berawal dari keadilan yang dirasakannya menjauh. Dalam proses pembebasan lahan untuk jalan tol sepanjang 116 kilometer itu, Fahmi menjelaskan lahannya hanya dihargai sebesar Rp18.000 per meter. Padahal, lahan miliknya saat itu masuk ke dalam kategori cukup subur. Bahkan, saat proses penggusuran, tanaman padi sudah hampir masuk musim panen.

"(Harga tanah) Sekarang dibeli sama pengusaha itu Rp5 juta per bata (1 bata =14 meter). Kami pengen harga di atas Rp500 ribu per meternya. Uang ganti rugi sejak awal belum diambil. Ada 47 warga dari Kecamatan Dawuan, Jatiwangi, dan (Desa) Bongas (Kecamatan Sumberjaya)," ungkap dia.

Sementara, disinggung terkait munculnya harga pembebasan lahan di angka Rp18.000 per meter, Fahmi mencium adanya manipulasi yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Saat itu, jelas dia, tanda tangan warga untuk daftar hadir digunakan sebagai persetujuan atas harga tanah.

"Saat proses pembahasan harga, kami datang dan menandatangani tanda hadir. Namun, ternyata itu dianggap persetujuan harga ganti rugi sebesar Rp18.000 per meter. Jadi, sudah ada manipulasi pada awalnya," papar dia

Upaya Fahmi bersama warga lainnya dalam menuntut harga tanah layak tidak hanya dilakukan di PN. Mereka juga sempat menggelar aksi di Jakarta, namun tidak membuahkan hasil.

Setelah menempuh proses yang cukup melelahkan, besok mereka akan masuk ke lembaran baru. Apakah keadilan yang mereka cari akan didapat, atau kembali harus menyiapkan tenaga untuk kembali menempuh perjalanan jauh, guna bertemu dengan keadilan yang diidam-idamkan.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6618 seconds (0.1#10.140)