Berharap Uang dari Medsos, Youtuber Gagal Ini Justru Masuk Bui

Rabu, 21 Agustus 2019 - 15:35 WIB
Berharap Uang dari Medsos, Youtuber Gagal Ini Justru Masuk Bui
Terdakwa Syaifudin saat menjalani sidang di PN Bale Bandung. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Maksud hati mendapatkan uang dari media sosial (medosos), Syaifudin, warga Perum Damar Mas III, Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, justru masuk penjara.

Pasalnya, Saifudin mengunggah konten ujaran kebencian dan menyinggung tentang suku agama ras dan antargolongan (SARA) di media sosial berbagi video, YouTube.

Video hoaks soal warga Tiongkok diberi KTP elektronik untuk memenangkan Jokowi tersebut diunggah terdakwa terkait dengan Pilpres 2019.

Akibat video tersebut, Syaifudin ditangkap oleh anggota Direktorat Cyber Bareskrim Mabes Polri di rumahnya di Kecamatan Banjaran beberapa waktu lalu. Kini Syaifudin menjadi terdakwa penyebaran ujaran kebencian.

Kini, kasus tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri Bale Bandung. Pada Rabu (21/8/2019), majelis hakim kembali menggelar sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Namun saksi yang diminta hadir berhalangan. Sehingga sidang ditunda pekan depan.

Sebelum meninggalkan ruang sidang, wartawan sempat mewawancarai terdakwa Syaifudin. Pria ini mengaku baru memulai jadi Youtuber. Dia juga berdalih bukan tim kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.

"Aku bukan tim sukses, bukan juga anggota partai politik. Saya baru belajar vlog, baru belajar nge-Youtube. Di Facebook ada video itu, aku posting di Youtube. Awalnya supaya dapat banyak subscribe. Tapi dari video itu aku cuma dapat 70 subcsribe," kata Syaifudin.

"Aku juga enggak dapat uang. Soalnya video hoax yang aku unggah itu kena copy right. Otomatis enggak dapat uang," ujar Syaifudin.

Dia mengaku menyesal mengunggah video hoaks itu. "Aku enggak tahu video yang aku dapat di Facebook itu hoax," ujarnya.

Sementara itu, dalam sidang dakwaan pada Rabu 14 Agustus 2019 di PN Bale Bandung, dalam berkas dakwaan, jaksa Billy Sitompoel mengatakan, kasus ini bermula saat terdakwa membuka akun Facebook dengan nama BSFC Zaim Oodua.

"Saat membuka Facebook, dia melihat video terkait penangkapan pembuat KTP palsu oleh aparat. Kemudian terdakwa mengunduh video itu dan dia simpan di ponsel. Kemudian pada 17 Oktober, Syaifudin mengunggah video tersebut ke akun Youtube miliknya," kata jaksa Billy.

Tidak hanya mengunggah, terdakwa juga memberi judul di video unggahan di Youtube: "2019JokowiTakutDigantiGontaGantiItuHalYangLumrah 2019GantiPresiden 110 JUTA e-KTP diBIKIN Warga Cina Siap kalah kan Prabowo ditangkap aparat, kemana Polri Ya."

Video itu berdurasi 02 menit 25 detik dan sudah ditonton sebanyak 91.507. Tidak hanya judul, terdakwa juga memberikan narasi ujaran kebencian di akun Youtube-nya.

"Warga Cina di tangkap anggota TNI AD karena membuat e-ktp palsu untuk TKA Cina yang sudah membanjiri indonesia yang nanti nya akan di suruh memilih Jokowi di pilpres 2019 nanti. Kok bisa berasumsi demikian ??! itu karena adanya perpres baru ciptakan 10jt lapangan kerja untuk TKA. Luar binasa rezim Jokowi.. kita harus berterima kasih sama TNI bravo TNI bersama rakyat. Bagi pendukung jokowi untuk 2019 2periode data validpun dibilang hoax karena mereka sudah disilaukan pencitraan"nya sampai" tidak melihat kebobrokannya rezim sekarang atau lebih tepatnya mereka menutupi suatu kebenaran.. Tapi membenarkan kebodohan. 2019JokowiTakutDiGanti GontaGantiituHalYangLumrah 2019GantiPresiden #2019PAS_PrabowoSandi SelamatkanNKRIYangBerdaulat"

Jaksa Billy menuturkan, tujuan Syaifudin mengunggah video itu karena terkaita dengan situasi politik saat Pilpres 2019.

"Terdakwa beranggapan dengan mengunggah video itu, pasti banyak yang akan menonton dan akan mendapat banyak subscribe. Terdakwa juga mengetahui perbuatanya mengunggah video E-KTP palsu untuk tenaga kerja asing benar adanya. Padahal, itu tidak benar dan dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat," tutur jaksa.

Akibat perbuatannya, terdakwa Syaifudin dinilai melanggar Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang ITE. Dia terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5361 seconds (0.1#10.140)