KPK Didesak Usut Tuntas Kasus Suap Impor Bawang Putih

Selasa, 20 Agustus 2019 - 11:25 WIB
KPK Didesak Usut Tuntas Kasus Suap Impor Bawang Putih
Gedung KPK. Foto/Dok SINDOnews
A A A
BANDUNG - Desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus suap impor bawang putih terus menguat. Sejumlah kalangan pun mendesak KPK untuk menelisik dan mengaudit penerbitan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH).

Diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menerbitkan RIPH sebanyak 603.000 ton bawang putih kepada 55 importir pada tahun ini. Namun, dalam perjalanannya, terungkap adanya kasus suap yang terjadi dalam impor bawang putih yang belakangan telah menyeret anggota DPR dari PDIP I Nyoman Dhamantra dan lima orang lainnya sebagai tersangka.

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra Darori Wonodipuro mendukung KPK untuk mengaudit dan mengusut RIPH. Sehingga, diketahui titik mana yang menjadi celah adanya dugaan praktik korupsi.

"Pendapat saya perlu adanya audit RIPH, sehingga akan diketahui di titik mana yang lemah, agar diketahui dan sebagai bahan perbaikan aturan ke depan," ujar Darori dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Selasa (20/8/2019).

Dia pun meminta KPK dan pihak berwenang lainnya mengusut pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, agar praktik korupsi dalam sektor pangan tidak terus terulang.

Ketua Asosiasi Hortikultura Anton Muslim Arbi mengatakan, RIPH mengenai bawang putih yang menjerat anggota DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra patut diselidiki lebih jauh. Kebijakan RIPH di bawah naungan Kementan dinilainya rentan melahirkan pengusaha nakal yang akan mengambil jalur pintas untuk mengantongi rekomendasi dan mendapatkan perizinan.

Arbi pun mendorong KPK memberantas gabungan perusahaan sejenis yang bertujuan mengendalikan produksi, persaingan, dan harga, atau mafia kartel, khususnya terkait bawang putih di Kementan. Bukan tidak mungkin, kata dia, kasus suap serupa sering terjadi lantaran luputnya pengawasan penegak hukum.

"Kasus seperti ini kerap melibatkan pengusaha nakal dan oknum birokrat, sehingga penting sekali diselidiki, terutama yang merugikan masyarakat," tegas Arbi.

Arbi melanjutkan, kewenangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementan pun dinilai sering tidak sinkron, terutama menyangkut izin surat persetujuan impor (SPI). Sebab, hal itu biasanya sudah bermasalah sejak pengusaha mengurus surat rekomendasi di Kementan.

Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad juga mengatakan, pemberantasan praktik suap izin rekomendasi impor bawang putih harus dibedah KPK hingga ke akar-akarnya. Jika tidak, praktik jual beli perizinan ini akan terus terjadi.

"Cara KPK mengungkap menjadi obat mujarab bagi pemberantasan suap, sehingga proses perizinan kita lebih baik, jadi harus sampai akarnya, harus dibongkar siapa yang terlibat, jangan hanya di permukaan. Seringkali penegakan hukum kita tidak tuntas, masih banyak misteri, siapa yang ikut serta, turut membantu, dan aktor intelektualnya," paparnya.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, lembaganya tengah fokus mengusut kasus ini. Penyidik sedang mengkaji sejumlah alat bukti dokumen terkait izin impor bawang putih yang didapat dari serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi. Febri memastikan, penyidiknya akan memeriksa sejumlah pihak yang dianggap relevan dengan perkara ini. "Nanti saya pastikan lagi ke publik saat pemeriksaan saksi," kata Febri.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto menegaskan bahwa Kementan memiliki aturan guna melindungi pangan yang akan dikonsumsi masyarakat lewat Permentan Nomor 38 Tahun 2017 j.o. 24 Tahun 2018.

Proses impor yang dilakukan Kementan sekadar memberi rekomendasi teknis, seperti mengatur persyaratan keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), melengkapi hasil analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan dari Badan Karantina Pertanian serta menyertakan sertifikat Good Agricultural Practices (GAP) berstandar internasional.

Berikutnya adalah melakukan registrasi bangsal panen dari negara asal dan data kapasitas produksi dari kebun atau lahan yang telah diregistrasi di negara asal. Artinya, sama sekali tidak mengatur besaran volume.

Selanjutnya, kata Prihasto, rekomendasi RIPH yang diterbitkan itu disampaikan kepada Kemendag melalui portal Indonesia National Single Window (INSW) sebagai syarat diterbitkannya Surat Persetujuan Impor (SPI) oleh Kemendag.

"Jadi sekali lagi, saya ingin menegaskan di sini bahwa Kementan tidak mengatur besaran volume bawang putih yang akan diimpor. Selama importir bisa memenuhi semua persyaratan teknis, serta wajib tanam dan berproduksinya, ya RIPH diberikan," jelasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.9821 seconds (0.1#10.140)