Jepang Invasi Tanah Air, Warga Kampung Wates Gotong Rumah

Sabtu, 17 Agustus 2019 - 11:46 WIB
Jepang Invasi Tanah Air, Warga Kampung Wates Gotong Rumah
Warga Kampung Wates menggotong replika rumah untuk mengenang peristiwa Wakare yang terjadi puluhan tahun silam. Foto/SINDOnews/Inin Nastain
A A A
MAJALENGKA - Puluhan kepala keluarga (KK) di Kampung Wates, Desa Jatisura, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka terpaksa harus meninggalkan kampungnya, mengungsi ke kampung tetangga.

Mereka membawa harta benda yang dimiliki, termasuk bangunan rumah yang terbuat dari bambu.

Puluhan warga itu berbondong-bondong, berjalan kaki sepanjang sekitar 3 kilometer ke Dusun Dukuh Peusing di desa yang sama.

Keputusan mengungsi itu bukan tanpa alasan. Mereka terpaksa meninggalkan kampung agar terhindar dari bahaya setelah tentara Jepang datang ke Tanah Air menggantikan pemerintahan kolonial Belanda.

Di tempat baru itu, mereka mengisi hari-hari selama sekitar 5 tahun, dari 1942 sampai 1947.

Peristiwa itu digambarkan dalam sebuah festival bertajuk Gotong Rumah (Wakare) yang berlangsung di Kampung Wates, Jumat (16/8/2019).

Festival diawali dengan teatrikal yang menggambarkan intimidasi tentara Jepang terhadap pribumi. Wakare diikuiti oleh puluhan warga, dengan berjalan kaki sekitar 1 kilometer.

Jepang Invasi Tanah Air, Warga Kampung Wates Gotong Rumah


"Tanggal 5 Mei 1902 Desa Jatisura berdiri, pisah dari Desa Jatiwangi. Tahun 1942, saat Jepang datang, warga Kampung Wates pindah ke Kampung Dukuh Peusing. Ada sekitar 64 KK di dusun ini saat itu," kata tokoh masyarakat Kampung Wates Daum Solihin.

Alasan kepindahan masyarakat waktu itu, ujar dia, atas pertimbangan keselamatan. Mengingat posisi kampung yang dekat dengan pangkalan militer (saat ini Lanud S Sukani), masyarakat setempat khawatir akan menjadi korban ketika suatu saat terjadi kontak senjata.

"Masyarakat tidak dipindahkan, tapi dengan sukarela. Mereka takut, karena ini kan dekat dengan markas tentara. Lalu memutuskan untuk Wakare. Setelah Jepang kalah tahun 1945, dua tahun dari itu, 1947 kembali lagi," ujar dia.

"Waktu itu nggak ada yang ditinggal, termasuk rumah. Dibongkar, lalu dirakit lagi di tempat baru. Rumah zaman dulu kan bukan dengan bata, semen," tambahnya.

Setelah memutuskan untuk pindah, tutur Daum, Kampung Wates praktis sepi tak berpenghuni, hanya ada ladang dan kebun. Kendati sudah pindah ke Kampung Dukuh Peusing, tetapi warga tetap berkunjung ke kampungnya.

"Selama di Dukuh Peusing, warga tetap ke sini setiap pagi untuk bercocok tanam. Setelah kondisi dinyatakan aman, Pak Kuwu (Kepala Desa) instruksikan warga untuk pulang," tutur Daum.

Acara Wakare telah rutin digelar sejak tiga tahun lalu. Tahun-tahun sebelumnya, acara itu dilaksanakan pada 5 Mei.

"Tahun ini kebetulan kan (5 Mei) puasa, akhirnya diundur hari ini sekaligus dalam rangka 17-an (HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus) juga," kata tokoh pemuda Kampung Wates Didik Junaedi.

"Ini sebagai proses pembelajaran bagi generasi muda, bahwa dulu di kampung ini, orang-orang tua kiya mengalami hal yang tidak mudah," ungkap dia.

Sementara, acara Wakare juga diisi dengan tahlil akbar yang melibatkan warga kampung setempat. Selain itu, dalam waktu bersamaan diresmikan juga Museum Wakare.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9228 seconds (0.1#10.140)