Eksekusi Lahan Trase KA Cepat Ricuh

Kamis, 15 Agustus 2019 - 16:27 WIB
Eksekusi Lahan Trase KA Cepat Ricuh
Dua pengacara yang dikuasakan lima warga Kampung Tegalaja RT 01/04, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, KBB, saat mengadang juru sita pengadilan sehingga terjadi kericuhan di lahan yang akan dijadikan trase KA Cepat tersebut, Kamis (15/8/2019). Foto/SINDOn
A A A
BANDUNG BARAT - Eksekusi lahan trase KA Cepat Jakarta-Bandung yang berada di Kampung Tegallaja RT 01/04, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, Kamis (15/8/2019) berlangsung ricuh. Warga pemilik lima rumah yang didampingi dua pengacaranya menghadang tim eksekusi dari Pengadilan Negeri Bale Bandung, Kabupaten Bandung, yang datang bersama aparat kepolisian, TNI, dan Satpol PP.

Pemilik lahan berusaha mengadang petugas eksekutor dengan tetap bertahan di rumah mereka. Mereka tidak mau rumah mereka dibongkar dan dikosongkan dengan terus bertahan di teras rumah. Petugas yang tidak ingin jalannya eksekusi terhambat terus merangsek dengan mendesak mundur pemilik lahan hingga sempat terjadi saling dorong di dalam gang masuk menuju lima rumah tersebut.

Salah seorang pengacara warga, Fahmi, mengatakan proses eksekusi cacat hukum dan tidak bisa dipaksakan. Pihaknya yang diberi kuasa oleh H Atang Salim, Deden Rohendi, dan Teulis Rohaeti, mengatakan warga tidak pernah diajak konsinyasi atau musyawarah terlebih dahulu. Tiba-tiba muncul harga yang ditetapkan sepihak untuk membayar luas lahan milik tiga kliennya seluas 712 meter persegi tersebut. "Ini cacat hukum dan tidak bisa dilanjutkan, apalagi pembacaan eksekusi dilakukan bukan di objek perkara," tegasnya.

Menurutnya, eksekusi paksa atas penetapan permohonan konsinyasi Nomor 01/PDT/KONS/2018/PN.BLB tanggal 31 Mei 2018 tidak dapat dilaksanakan. Sebab, tidak pernah ada rapat musyawarah penetapan ganti rugi kerugian tanggal 17 Mei 2018 maupun 18 Mei 2018 di desa ini oleh pihak PSBI, KCIC, atau BPN dengan warga.

Dia menyebutkan, luas lahan 712 meter persegi itu dihargai Rp6 miliar untuk tanah, bangunan, dan ganti rugi nonfisik. Padahal, ada sisa tanah yang tidak masuk ke dalam trase KA Cepat milik tiga kepala keluarga tersebut seluas 133 meter persegi yang tidak ikut dibayar. Hal itu jelas merugikan karena lahan tersebut berpotensi tidak terpakai sehingga warga dirugikan.

Pengacara lainnya, Ony Djogo, yang dikuasakan oleh warga bernama Herni Heriyanti dan Neni Hayati/Eem menilai eksekusi yang dipaksakan telah melanggar hak asasi manusia (HAM). Prosesnya juga cacat hukum, karena ada yang dilanggar seperti bukti musyawarah penetapan harga tidak pernah ada, keterangan yang dibuat palsu, dan ada intimidasi karena warga dipaksa untuk menandatangani berita acara tanpa musyawarah.

"Bukan penetapan harga (nilai) yang kami persoalkan, tapi dalam prosesnya itu tidak mencerminkan rasa keadilan. Atas eksekusi ini kami akan layangkan surat ke presiden dan Komnas HAM untuk diteruskan ke Komisi HAM dunia, bahwa ini potret hukum di Indonesia yang sesungguhnya," tuturnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9018 seconds (0.1#10.140)