Tangkuban Parahu Erupsi, Perkebunan Teh Sukawana Diselimuti Abu

Rabu, 14 Agustus 2019 - 22:09 WIB
Tangkuban Parahu Erupsi, Perkebunan Teh Sukawana Diselimuti Abu
Warga menunjukkan abu vulkanik dari erupsi Kawah Ratu, Gunung Tangkuban Parahu, yang terbawa angin dan menempel di daun teh. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Material debu abu vulkanik yang disemburkan dari Kawah Ratu, Gunung Tangkuban Parahu, berdampak langsung ke warga dan petani di perkebunan teh Sukawana, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Abu vulkanik dari erupsi itu terlihat menutupi dedaunan teh dengan radius area terdampak cukup luas. Warna abu putih dari Kawah Ratu terbawa angin hingga perkebunan Teh Sukawana milik PTPN VIII yang berlokasi di belakang Gunung Tangkuban Parahu.

"Abu erupsi dari Gunung Tangkubanparahu banyak yang terbawa angin dan menempel di dedaunan (teh). Itu karena perkebunan ini posisinya di belakang Tangkuban Parahu," kata Mandor Perkebunan Teh Sukawana PTPN VIII Saepuloh, Rabu (14/8/2019).

Kondisi itu, ujar dia, erupsi Gunung Tangkuban Parahu sangat berdampak kepada aktivitas dan produksi teh. Pasalnya abu vulkanik yang menempel pada daun teh harus dibersihkan dulu sebelum dipanen dengan cara disemprot air dan dicuci setelah dipetik. Tujuannya agar tidak terkontaminasi dan mengurangi citarasa teh yang dihasilkan.

Jika abu vulkanik itu tidak dibersihkan dengan cara disiram dan dicuci, akan berdampak pada aroma teh. Sebab material abu yang menempel masuk kategori berat dan mengandung blerang.

Untuk mengurangi kerugian lebih besar aktivitas produksi teh di pabrik yang dikelola PTPN VIII Sukawana dihentikan sementara, dan hasil panen teh nya dialihkan ke wilyah Ciater, Subang.

"Kondisi ini sudah terjadi sekitar dua minggu. Luas area perkebunan PTPN VIII di Sukawana ini 260 hektare, sementara yang terkena paparan abu vulkanik mencapai sekitar 60 hektare," ujar dia.

Sementara itu pengepul rumput warga Kampung Sukawana, Yuyun Subarnas (51) menyebutkan, adanya debu vulkanik yang terbawa dari erupsi Gunung Tangkuban Parahu sangat terasa bagi kesehatan dirinya.

Seperti, terasa sesak napas dan batuk akibat bau belerang yang mengganggu pernapasan. "Bukan hanya mengganggu pernapasan dan kulit, abu vulkanik juga menempel di rumput sehingga terpaksa harus dicuci terlebih dahulu," tutur Yuyun.

Seperti diketahui, Kawah Ratu, Gunung Tangkuban Parahu, erupsi pertama kali pada Jumat 26 Juli 2019. Kemudian, erupsi lanjutan terjadi pada 1 Agustus 2019.

Hingga saat ini, aktivitas kegempaan (tremor) masih berlangsung dengan amplitudo 45 milimeter, intensitas semburan abul vulkanik cukup tebal dengan ketinggian 200 meter dari atas kawah dengan amplitudo dominan 45 mm. Statusnya Tangkuban Parahu masih di Level II atau Waspada.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.1432 seconds (0.1#10.140)