Harga Cabai Terus Naik, Pengusaha Makanan Menjerit

Rabu, 07 Agustus 2019 - 21:35 WIB
Harga Cabai Terus Naik, Pengusaha Makanan Menjerit
Foto: Ilustrasi/SINDOnews/Dok
A A A
BANDUNG - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mulai mengeluhkan harga cabai yang terus naik. Mereka khawatir, usahanya gulung tikar akibat harga cabai yang meroket tersebut.

Wakil Ketua GAPMMI Rachmat Hidayat mengungkapkan, para pengusaha makanan kini mulai was-was. Tak pelak, merugi atau bahkan gulung tikar terus menghantui para pengusaha makanan yang menggunakan cabai.

Menurut dia, tingginya harga cabai tentu menyebabkan pengeluaran modal semakin besar. Jika kondisi ini terus terjadi, tidak menutup kemungkinan industri makanan bisa merugi, bahkan gulung tikar.

"Kita berharap, kondisi ini tidak lama terjadi karena bisa membahayakan secara keseluruhan. Masyarakat akan terpukul duluan, berikutnya industri," ungkap Rachmat dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/8/2019).

Pihaknya berharap, kenaikan harga cabang tidak berlangsung lama. Meskipun para pengusaha makanan kerap menggunakan cabai yang mereka stok, namun lama kelamaan stok cabai tersebut tentu akan habis.

"Karena kita tidak beli dari kebun. Kita menyetok proses pengeringan dan sebagainya. Stok kita itu masih bisa mengelola kenaikan harga yang sangat luar biasa ini. Cuma, usia stok kita kan ada umurnya, bisa habis. Kalau habis kita baru akan merasakan," paparnya.

Pakar Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengakui, pada tahun 2019 ini, memang terjadi anomali produksi cabai dalam negeri. Sebab, pada tahun-tahun sebelumnya, harga cabai biasanya turun pada bulan Mei dan akan naik mulai September dan Oktober. Sedangkan tahun ini, harga cabai terus mengalami kenaikan.

"Ada faktor kesalahan kebijakan terkait tata kelola cabai. Jaringan tani kami menerima bantuan untuk penanaman cabe di Januari. Saat itu ditanam cabai, ya ancur-ancuran karena masih musim hujan dan sampai Maret, April masih sisa hujan," jelasnya.

Menurut Andreas, kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) yang membagikan 10 juta bibit cabai pada Januari 2019 lalu sangat tidak efektif dan menghambur-hamburkan anggaran saja.

Kedua, memang betul ada pengaruh iklim. Namun, kata dia, hal itu lebih karena terjadi pergeseran musim tanam cabai yang biasanya dilakukan pada bulan Maret dan kemudian tumbuh bagus, sehingga, pada bulan Juni sudah panen sedikit-sedikit dan Juli hingga Agustus harga biasanya turun.

"Sekarang bergeser ke bulan Mei baru mulai tanam, pergeseran ini sangat berisiko, air sudah tidak ada di awal tanam, sehingga pertumbuhan cabai agak terganggu. Hanya wilayah yang cukup air, tanam bulan Mei, bisa panen di Agustus atau September," paparnya seraya memprediksi, total produksi cabai tahun 2019 ini akan turun dibandingkan tahun lalu.

Kenaikan harga cabai pun mendapat sorotan dari pihak legislatif. Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasludin mengatakan, pemerintah seharusnya menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk melakukan manajemen komoditi, agar harga cabai tidak meroket.

"Misalnya, teknologi penyimpanan cabai. Cabai ini tidak bisa lama, tetapi harusnya Bulog bisa berfungsi membina petani ketika menjelang hari raya. Bisa kerja sama dengan petani dengan harga yang disepakati di awal. Kalau tidak ada kesepatakan di awal, petani juga malas menanam cabai," jelasnya seraya meminta pemerintah bertanggung jawab melindungi petani dan masyarakat sebagai konsumen.

Guna mengantisipasi kondisi tersebut, Andi mengusulkan langkah antisipasi jangka pendek, yakni melalui operasi pasar. Selain itu, pemerintah juga bisa membeli cabai dari daerah lain, seperti Makassar dan Sumatera untuk memenuhi kebutuhan cabai di Pulau Jawa.

"Dengan kondisi seperti ini, pemerintah harus turun tangan. Tangannya pemerintah itu Bulog dan Kementan, tidak bisa lepas tangan. Tidak bisa juga menyalahkan pasar dan masyarakat," katanya.

Terlebih, lanjut Andi, anggaran untuk petani di Kementerian Pertanian pun cukup besar. Meskipun, Kementan sendiri tidak bisa membeli komoditas pertanian karena bukan tugasnya.

"Sekarang itu bagaimana Kementan mengikat Bulog membeli produksi petani. Harusnya, Bulog itu bisa membeli dan menjual. Selama ini di lapangan Bulog ini selalu dimanjakan dengan subsidi, belum begitu kreatif. Kenaikan harga selalu terulang, kenapa tidak diantisipasi. Itu yang kita sesalkan sebagai wakil rakyat," tandasnya.

Kementan sendiri mengakui ada masalah dengan produksi cabai yang berujung melonjaknya harga. Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan, hambatan produksi disebabkan oleh petani cabai yang tidak merawat tanaman dan memanen cabai.

"Ya ini memang karena pengaruh, yang jelas karena kemarin kan cabai sempat harganya jatuh. Nah karena harga jatuh, tanaman gak dirawat oleh petani," katanya.

Menurut dia, harga cabai merah di tingkat petani 2-3 bulan lalu sempat jatuh hingga Rp5.000 per kg. Jatuhnya harga cabai membuat petani malas memanen cabai karena biaya panen lebih mahal dari harga jual dimana ongkos panen pun mencapai sekitar Rp6.000 per kg.

"Kondisi itulah yang membuat petani akhirnya tidak merawat dan tidak memanen tanaman cabainya, sehingga membuat produksi cabai berkurang," katanya.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8202 seconds (0.1#10.140)