Kisah Nelayan Ciparagejaya Melawan Tentara Belanda

Minggu, 28 Juli 2019 - 06:56 WIB
Kisah Nelayan Ciparagejaya Melawan Tentara Belanda
Perkampungan nelayan Ciparage yang dahulu dikenal menjadi pusat pertempuran melawan Belanda yang akan merebut pesisir pantai Karawang. Foto/SINDOnews/Nila Kusuma
A A A
KARAWANG - Desa Ciparagejaya di Kecamatan Tempuran, Karawang, Jawa Barat, sejak sepekan ini mendadak ramai dikunjungi banyak orang penting di Karawang. Mulai dari Bupati, Kapolres hingga sejumlah pejabat penting lainnya secara bergiliran datang ke desa yang banyak dihuni nelayan ini.

Bukan tanpa sebab jika Desa Ciparagejaya menjadi ramai. Hal ini lantaran terjadi insiden bocoran minyak Pertamina di pesisir pantai utara Karawang. Desa Ciparagejaya menjadi tempat transportasi menuju tengah laut. Di sana terdapat Pos Polisi Air dengan fasilitas boat, yang biasa digunakan polisi untuk berpatroli di sepanjang pesisir laut Karawang. Fasilitas boat inilah yang dimanfaatkan para pejabat penting untuk menuju laut.

Sejak ratusan tahun lalu, hampir seluruh masyarakat Desa Ciparagejaya berprofesi sebagai nelayan. Ikan dan hasil laut lainnya menjadi sumber ekonomi masyarakat Ciparagejaya. Hingga kini, nelayan Ciparagejaya terkenal berani melaut hingga menjangkau wilayah Indonesia, meski cuaca buruk.

Keberanian nelayan Ciparagejaya sudah tampak pada masa penjajahan Belanda. Sekretaris Camat Tempuran Komarudin (42) menceritakan kisah orang tua dahulu tentang keberanian nelayan Ciparagejaya saat membantu pejuang melawan Belanda.

Menurut Komarudin, pada masa penjajahan Belanda, Desa Ciparagejaya menjadi tempat perlindungan pejuang kemerdekaan dari kejaran Belanda. Saat itu para pejuang bersembunyi di Ciparagejaya dan menyamar menjadi nelayan untuk menghindari kejaran Belanda. "Nelayan di sini melindungi para pejuang dengan mengajaknya melaut. Mereka menyamar menjadi nelayan ketika tentara Belanda datang mencari mereka," kata Komarudin saat ditemui di Desa Ciparagejaya.

Menurut Komarudin, nelayan Desa Ciparagejaya dan sekitarnya membantu tentara Indonesia menjaga jembatan menuju pesisir Karawang. Jembatan itu sekarang dikenal dengan nama Jembatan Tempuran. Disebut Jembatan Tempuran karena pada zaman Belanda jembatan tersebut menjadi pusat pertempuran pejuang Indonesia melawan Belanda.

Jembatan Tempuran salah satu lokasi strategis dan pintu masuk untuk menguasai pesisir pantai Karawang. Belanda saat itu berusaha merebut dan menguasai Jembatan Tempuran, namun pejuang Indonesia dibantu oleh nelayan sekitar berjuang mati-matian mempertahankannya.

"Banyak pejuang kita yang gugur dalam pertempuran tersebut dan jenazahnya dibuang ke muara sungai Ciparagejaya. Ciparagejaya sendiri merupakan asal tempat mayat-mayat yang tersangkut di muara hingga disebut Ciparage," katanya.

Komarudin mengatakan, mayat-mayat pejuang dilempar begitu saja di muara Ciparage oleh tentara Belanda dan kemudian diambil oleh nelayan sekitar untuk dimakamkan. Belanda berusaha merebut jembatan agar bisa masuk ke Desa Ciparagejaya untuk dijadikan markas angkatan laut Belanda.

Desa Ciparagejaya juga diberkahi oleh hasil laut yang melimpah sehingga saat itu dijadikan pusat logistik buat para pejuang. Belanda pun berniat merebutnya. "Nelayan Ciparage waktu itu memasok logistik untuk para pejuang sehingga menjadi incaran Belanda," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9960 seconds (0.1#10.140)