Karakter Erupsi Gunung Tangkuban Parahu Selalu Kecil

Jum'at, 26 Juli 2019 - 21:39 WIB
Karakter Erupsi Gunung Tangkuban Parahu Selalu Kecil
Berdasarkan sejarah dan literasi, karakter erupsi Gunung Tangkuban Parahu mayoritas kecil. Foto/Dok.SINDOnews
A A A
BANDUNG - Erupsi yang terjadi pada Gunung Tangkuban Parahu pada Jumat (26/7/2019) sore ini membuat banyak warga resah. Mereka khawatir akan terjadi letusan besar pada gunung yang berada di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) ini.

Namun, berdasarkan sejarah dan literasi yang dihimpun SINDOnews.com, karakter erupsi gunung ini mayoritas kecil. Dikutip dari situs VSI.ESDM, menurut van Bemmelen (1934, dalam Kusumadinata 1979) bahwa Gunung Tangkuban Parahu tumbuh di dalam Kaldera Sunda sebelah timur. Berdasarkan coraknya, erupsinya dapat dibagi tiga fase.

Yaitu fase eksplosif yang menghasilkan piroklastik dan mengakibatkan terjadinya lahar, fase efusif yang menghasilkan banyak aliran lava berkomposisi andesit basaltis, dan fase pembentukan atau pertumbuhan. Sementara saat ini, umumnya eksplosif kecil-kecil dan kadang diselingi erupsi freatik.

Erupsi Gunung Tangkuban Parahu dapat digolongkan sebagai erupsi kecil. Leleran lava diperkirakan kemungkinannya terjadi. Berdasarkan pengalaman sejak abad ke-19, gunung api ini tidak pernah menunjukkan erupsi magmatik besar, kecuali erupsi abu tanpa diikuti oleh leleran lava, awan panas ataupun lontaran batu pijar.

Erupsi freatik umumnya dominan dan biasanya diikuti oleh peningkatan suhu solfatara dan fumarola di beberapa kawah yang aktif yaitu Kawah Ratu, Kawah Baru, dan Kawah Domas.

Sementara, material vulkanik yang dilontarkan umumnya abu yang sebarannya terbatas di sekitar daerah puncak hingga beberapa kilometer. Semburan lumpur hanya terbatas di daerah sekitar kawah. Pada waktu peningkatan kegiatan, asap putih fumarola/solfatara kadang-kadang diikuti oleh peningkatan gas-gas vulkanik seperti gas racun CO dan CO2.

Bila akumulasi gas-gas racun di sekitar kawah aktif semakin tinggi, daerahnya dapat diklasifikasikan ke dalam daerah bahaya primer terbatas. Bahaya sekunder seperti banjir lahar tidak pernah terjadi dalam waktu sejarah. Longsoran lokal terjadi di dalam kawah dan lereng atas yang terjal.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.4101 seconds (0.1#10.140)