Pemerintah Serius Datangkan Rektor Asing Pimpin Universitas di Indonesia

Kamis, 25 Juli 2019 - 10:35 WIB
Pemerintah Serius Datangkan Rektor Asing Pimpin Universitas di Indonesia
Ilustrasi/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pemerintah menegaskan keseriusannya mendatangkan rektor dari luar negeri untuk memimpin universitas di Tanah Air. Langkah ini diambil demi meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air.

Rencana tersebut disampaikan kembali Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir. Demi mewujudkan rencana tersebut, Kemenristekdikti saat ini tengah memetakan perguruan tinggi mana yang perlu dipimpin rektor asing dan menyiapkan peraturan untuk menyediakan dasar hukum program tersebut.

Walaupun menjadi program serius, sejauh ini ternyata Kemenistekdikti belum pernah membicarakannya dengan kalangan DPR, terutama Komisi X DPR. Walaupun menganggapnya sebagai terobosan bagus, mereka meminta agar rencana mendatangkan rektor asing dipertimbangkan secara masak karena rawan konflik.

"Ini yang menjadi tantangan kita (meningkatkan kualitas pen di dikan). Oleh karena itu, Bapak Presiden mencanangkan kembali di tahun 2020 bagaimana nanti rektor ada dari perguruan tinggi asing," kata M Nasir.

Sebagai langkah awal, pada 2020, Kemenristekdikti menargetkan minimal ada dua PTN berbadan hukum (PTNBH) yang akan dipimpin rektor asing. Nasir menyebut, rektor merupakan profesor dari Amerika Serikat. Kampus mana yang akan menjadi prioritas awal dipimpin rektor asing, Kemenristekdikti masih akan memetakan perguruan tinggi yang dinilai perlu dipimpin oleh rektor dari luar negeri.

Di sisi lain, Kemenristekdikti juga harus terlebih dulu menyiapkan peraturan. "Saya akan mapping-kan dulu. Saya akan cabut beberapa peraturan nanti, dan peraturan pemerintah juga disederhanakan supaya bisa memberikan kesempatan bagaimana kompetisi rektor dari luar negeri," terangnya.

Bagaimana dengan gaji rektor asing? Nasir menjamin gaji yang diberikan kepada rektor luar negeri tak akan membebani perguruan tinggi setempat sebab gaji mereka akan ditanggung oleh pemerintah pusat. Soal berapa besaran gaji dimaksud, Nasir belum bisa mengungkapkan.

"Nanti budget-nya saya bicarakan dengan menteri keuangan. Bagaimana kalau rektor dari luar negeri pendanaannya langsung dan pemerintah pusat supaya tidak meng ganggu keuangan yang ada di perguruan tinggi itu sendiri. Kalau mengganggu (keuangan perguruan tinggi itu), memang akan problem. Ini akan kami pikirkan," tandasnya.

Masalah keuangan tampaknya tidak akan menjadi soal. Merespons rencana Kemenristekdikti ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan dukungannya. Dalam pandangannya, langkah mendatangkan rektor asing sebagai bagian long life learning.

"Cara kita mengelola dan memimpin sistem pendidikan itu harus terbuka terhadap pemikiran-pemikiran maupun praktik yang sudah berhasil baik," ujarnya di Semarang, Selasa (23/7/2019).

Dari DPR, Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian mengingatkan rencana memakai tenaga kerja asing di bidang pendidikan tinggi membutuhkan banyak pertimbangan agar tidak menjadi konflik di tengah masyarakat. Termasuk apakah benar kam pus membutuhkan rektor asing tersebut. Selain itu, politikus Golongan Karya ini mengatakan, kebijakan mengangkat rektor asing juga perlu diselaraskan dengan prioritas pembangunan nasional.

Dia menekankan pemerintah harus membuat secara detail apa syarat dan kriteria calon rektor yang bisa mendaftar dan bagaimana sistem pengangkatannya. "Peraturan dan persyaratan itu pun harus disesuaikan dengan kebudayaan bangsa Indonesia," ungkap Hetifah kepada KORAN SINDO.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menyatakan menristekdikti belum pernah menyampaikan gagasan itu ke komisi yang membidangi pendidikan itu. Dia mempertanyakan apakah langkah tersebut sudah begitu mendesak.

"Apakah dari sekian banyak para akademisi baik yang lulus dari luar ataupun dalam negeri memang tidak ada yang layak menjabat sebagai rektor PTN. Tampaknya kita tidak boleh gegabah menilai SDM kita karena impor tentu risikonya tidak kecil," terang Fikri.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5907 seconds (0.1#10.140)