Askarindo Minta Pemerintah Turunkan Tarif Uji Rancang Bangun

Kamis, 18 Juli 2019 - 18:40 WIB
Askarindo Minta Pemerintah Turunkan Tarif Uji Rancang Bangun
Halalbihalal Askarindo DKI Jakarta dan Jabar di Hotel Novotel, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Kamis (18/7/2019). Foto/SINDOnews/Arif Budianto
A A A
BANDUNG - Pengusaha karoseri yang tergabung dalam Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo) Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat meminta pemerintah merevisi besaran tarif uji rancang bangun yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Besaran tarif sekarang dinilai sangat membebani pengusaha karoseri yang mayoritas usaha kecil dan menengah (UKM).

Ketua DPD Askarindo DKI Jakarta dan Jabar Parluhutan Simanjuntak mengatakan, salah satu persoalan yang saat ini dihadapi pengusaha karoseri adalah besarnya tarif uji rancang bangun yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan. PP Nomor 15 Tahun 2016 merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015.

"Kenaikannya luar biasa. Di mana untuk satu SRUT (sertifikat registrasi uji tipe) naik signifikan. Untuk kendaraan barang dan khusus dari Rp125.000 menjadi Rp35 juta atau naik sebesar 27.900%. Sementara untuk SRUT kendaraan penumpang dari Rp150.000 menjadi Rp40 juta," kata Parluhutan pada acara Halalbihalal Askarindo di Hotel Novotel, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Kamis (18/7/2019).

Menurut dia, kenaikan tarif rancang bangun sangat memberatkan pengusaha karoseri. Apalagi, mayoritas pengusaha karoseri adalah skala UKM. Mereka juga bekerja berdasarkan order yang terbatas. Pengusaha mengaku sangat berat bila harus membayar Rp35 juta untuk satu SRUT.

"Menurut kami, membuat surat ini tidak perlu alat. Hanya tanda tangan dan surat. Tapi kenapa mahal. Ini kan hanya sepucuk surat saja. Ya harapan kami bisa turun, tidak sampai Rp35 juta," jelas dia.

Dalam pengajuan rancang bangun, kata dia, hanya dilakukan penelitian gambar sehingga penetapan tarif tersebut tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Apalagi, pengusaha karoseri harus melakukan penelitian.

Sejak diterapkan pada 2018, kata dia, banyak pengusaha karoseri bertumbangan. Hingga kini, tak kurang dari 50% industri kecil dan menengah karoseri di Jabar dan DKI Jakarta gulung tikar. Padahal, satu UKM karoseri bisa mempekerjakan karyawan antara 30 hingga 300 orang.

"Kami sudah upaya ke MK, tapi ditolak. Kemudian kami kirim surat ke presiden. Harapan bisa diterima dan dipertimbangkan. Sehingga pemerintah segera menurunkan PNBP tersebut supaya kegiatan karoseri di Indonesia berjalan normal kembali," jelasnya.

Salah seorang pengusaha karoseri Rahmat Hidayat mengatakan, pihaknya sangat terbebani atas tingginya tarif uji rancang bangun. Kenaikan tersebut dinilai tidak wajar bagi pelaku kecil dan menengah. Apalagi, tarif tersebut disamaratakan dengan industri skala besar.

"Mestinya ada keadilan. Bagi kami, mengeluarkan Rp35 juta untuk satu tipe itu sangat membebani. Belum lagi, kami harus mengeluarkan biaya untuk penelitian dan lainnya," katanya.

Perwakilan pelaku usaha karoseri lainnya Agung mengaku, selain menanggung beban tarif yang tinggi, pihaknya juga harus menanggung besarnya biaya penilaian. Belum lagi surat tersebut akan surut dalam waktu tertentu bila permintaan atas produk tersebut berkurang.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7731 seconds (0.1#10.140)