KPAI Sebut Jabar Zona Rawan Trafficking dan Eksploitasi Anak

Selasa, 16 Juli 2019 - 23:10 WIB
KPAI Sebut Jabar Zona Rawan Trafficking dan Eksploitasi Anak
Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menyebut Jawa Barat termasuk daerah rawan kasus trafficking dan eksploitasi anak.

Zona rawan di Jabar itu meliputi Kota Bandung, Kabupaten Cianjur, dan KBB. Karena itu, dia berharap pembentukan KPAD KBB dapat memberikan kiprah berarti bagi pencegahan kasus terhadap anak.

"Ada modus baru yang harus diwaspadai, yaitu perkawinan anak atau perkawinan pesanan ke luar negeri. Saya mencatat pada 2018 ada 16 korban, tiga di antaranya adalah anak yang dipalsukan identitasnya untuk dikawinkan dengan orang Tiongkok,"kata Ai.

Sedangkan secara nasional, ujar Ai, KPAI mencatat sepanjang 2011-2018 terdapat lebih dari 33.000 kasus terhadap anak yang terjadi di berbagai daerah. Dari total jumlah kasus tersebut, khusus untuk tahun lalu saja, terdapat sebanyak 329 kasus yang menyangkut perdagangan manusia (trafficking) dan eksploitasi.

"Data itu didapat dari pengaduanlangsung maupun tidak langsung, melalui pengawasan media, dan koordinasi dengan lembaga-lembaga perlindungan. Semua kasus itu mendapatkan penanganan dari sembilan bidang di KPAI," kata Ai seusai pelantikan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bandung Barat (KBB) di Hotel Augusta, Lembang, Selasa (16/7/2019). (BACA JUGA: Bandung Barat Resmi Miliki Komisi Perlindungan Anak Daerah )

Menurut Ai, tertinggi adalah kasus anak berhadapan dengan hukum. Yakni anak-anak itu menjadi korban, saksi, bahkan pelaku pidana. Kemudian kasus anak yang menjadi korban dalam keluarga dan pengasuhan alternatif, seperti anak korban perceraian orangtua atau anak yang terlantar tanpa kasih sayang orangtua.

Itu belum termasuk anak-anak korban pendidikan yang jumlahnya tidak sedikit seperti kasus bullying. Kemudian anak-anak yang jadi korban MOS atau kebijakan pendidikan seperti yang kemarin ramai tentang zonasi sekolah.

Selain itu, anak-anak yang menjadi korban pornografi juga meningkat pesat. Hal ini seiring dengan akses informasi yang semakin mudah dengan keberadaan internet.

"Internet tidak melihat kampung atau kota, tetapi sudah menjangkau ke pelosok-pelosok. Sementara pengawasan terhadap penggunaan internet oleh anak sangat terbatas, sehingga itu yang jadi pemicu masuknya konten-konten negatif kepada anak," ujar Ai.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8599 seconds (0.1#10.140)