Diskanlut Jabar Bakal OTT Pengepul Baby Lobster

Senin, 15 Juli 2019 - 19:15 WIB
Diskanlut Jabar Bakal OTT Pengepul Baby Lobster
Benih lobster (baby lobster). Foto/Dok SINDOnews
A A A
BANDUNG - Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat akan mengubah pola penindakan terhadap praktik jual beli baby lobster (bibit lobster) di Jabar yang sulit diberantas.

Pola penindakan, yakni dengan menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pengepul baby lobster. Strategi tersebut diharapkan dapat memutus mata rantai praktik penjualan baby lobster yang dilarang tersebut.

Diketahui, praktik jual beli baby lobster kini menjadi sorotan Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia menyusul maraknya praktik haram tersebut, termasuk di wilayah Jabar.

"Polanya akan diubah, semula penegakan hukum dilakukan kepada nelayan dan saat ini, kita akan tindak pengepulnya," tegas Kepala Diskanlut Jabar Jafar Ismail di Bandung, Senin (15/7/2019).

Jafar menjelaskan, pengubahan pola penindakan tersebut didasari alasan karena pihaknya kerap mendapatkan intimidasi dan ancaman dari nelayan yang jumlahnya lebih banyak dari petugas pengawas perikanan dan kelautan.

"Untuk nelayannya sendiri, kita akan berikan wawasan dan pengetahuan untuk menghentikan praktik jual beli baby lobster itu," katanya.

Jafar mengatakan, pola penindakan terhadap pengepul akan dilakukan melalui OTT. Artinya, pengepul akan ditangkap saat menjual baby lobster yang dikumpulkannya ke pasar atau pihak pemesan.

"Ketika pengepul itu mau mendistribusikan, baru kita tangkap. Kalau ke nelayan, risikonya petugas kita disandera. Itu terjadi karena jumlah nelayan lebih banyak," jelasnya.

Lebih lanjut Jafar mengatakan, pihaknya kerap memberikan penyuluhan terkait larangan penangkapan baby lobster kepada nelayan di Jabar. Meski begitu, praktik penangkapan baby lobster terus terjadi. Bahkan, kata dia, nelayan yang menggeluti praktik tersebut semakin bertambah.

"Kita juga kerap melakukan tindakan dan masuk ke pengadilan, ada beberapa yang dihukum, tetapi tetap saja, malah bertambah. Tadinya banyak di daerah Cisolok (Sukabumi), sekarang itu sampai ke Cianjur ke Tasik," ungkapnya.

Menurut Jafar, sesuai aturan, lobster yang diperbolehkan ditangkap, yakni yang sudah memiliki berat di atas 200 gram. Bila tidak, nelayan yang melanggar aturan tersebut terancam hukuman penjara dan denda berupa uang.

"Kita akan terus berupaya, agar nelayan menghentikan penangkapan baby lobster dan kembali beralih menangkap ikan. Sebab, kalau dibiarkan, suatu saat lobster di Jabar akan habis," tandasnya.

Diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, baby lobster tidak boleh lagi ditangkap karena mengancam keberlanjutan komoditas tersebut di berbagai kawasan perairan nasional.

Menteri Susi menyatakan, penjualan baby lobster merugikan karena nilai jualnya terlampau kecil jika dibandingkan dengan nilai jual lobster dewasa.

"Bibit lobster diambil dan dijual dengan harga Rp3.000, Rp10.000, Rp30.000 per ekornya. Padahal, harga satu ekor lobster kan sama dengan harga 30 kg, 40 kg, 50 kg ikan," sebutnya.

Dia juga menekankan pentingnya menjaga laut yang dinilainya merupakan satu-satunya sumber daya alam (SDA) yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat tanpa modal tinggi.

"Satu-satunya SDA yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat tanpa modal tinggi ya perikanan. Tambang, minyak, itu tidak mungkin masyarakat umum bisa akses. Laut ini satu-satunya yang tidak ada kaveling-kaveling," katanya.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5753 seconds (0.1#10.140)