Bermalam di Sawah agar Lahan Tetap Basah dan Bisa Panen

Senin, 15 Juli 2019 - 10:21 WIB
Bermalam di Sawah agar Lahan Tetap Basah dan Bisa Panen
Salah satu pompa dengan sumber sumur pantek di sawah Desa Ligung, Kecamatan Ligung, Majalengka, Jawa Barat. Foto/SINDOnews/Inin Nastain
A A A
MAJALENGKA - Perjuangan para petani di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, khususnya Majalengka bagian utara agar tetap bisa panen di musim kemarau ini, tidaklah ringan. Bermalam di sawah harus mereka lakukan agar keputusannya kembali menanam padi saat hujan mulai menjauh tidak sia-sia.

Perjuangan para petani ini sudah berlangsung sejak sekitar tiga bulan lalu, saat benih padi mereka baru ditanam beberapa hari. Demi lahan sawah tetap basah, mereka rela tubuhnya digigit nyamuk serta berteman dengan malam yang gelap dan cuaca dingin.

Didi adalah salah satu petani yang rela meninggalkan rumahnya untuk bermalam di sawah. Sejak sekitar dua bulan lalu, dia memutuskan untuk 'pindah' tidur sementara dari rumahnya di Desa Bantarwaru, Kecamatan Ligung, ke Desa Kertasari, Kecamatan Ligung.

Untuk memastikan sawahnya terairi, dia harus menggunakan pompa, yang tentunya membutuhkan bahan bakar. Beruntung, dia tidak perlu menyewa lantaran sudah punya pompa sendiri. "Biasanya ngoperasiin pompa pas malem. Kalau siang mah airnya kecil beda dengan malam. Saya airnya dari sumur pantek, karena jauh dari sungai," kata Didi saat berbincang dengan SINDOnews.

Agar lahan sawahnya tetap basah, setidaknya Didi harus menyiapkan uang sebesar Rp78 ribu per hari. Uang sebesar itu untuk membeli bahan bakar agar pompa pantek miliknya tetap bekerja. Lahan sawah milik Didi yang harus diairi seluas 100 bata (1 bata=14 meter).

Untuk bahan bakar, dia menggunakan Pertalite. Harga Pertalite saat ini di angka Rp7.800. "Sawah saya luasnya 100 bata. Nah untuk mengairi 100 bata itu, butuh 10 liter bensin. Saya biasanya mulai ngairi dari sore, abis Magrib sampai jam 9 pagi," jelas dia.

Beruntung, dia tidak melulu dipusingkan dengan biaya untuk membeli bahan bakar. Sebab, tidak jarang petani lainnya minta bantuan Didi untuk mengairi sawah miliknya. "Ada aja sih yang nyuruh buat ngairi sawah. Alhamdulillah, buat beli bensin sama camilan kalau pas malam," ujar dia.

Melawan dinginnya cuaca malam bukan satu-satunya perjuangan Didi. Selama beraktivitas di sawah, dia mengaku beberapa kali mengalami kejadian-kejadian yang berhubungan dengan 'dunia lain.'

"Pernah beberapa kali, tapi dah nggak terlalu takut sih. Malah saya mah suka bilang 'Jangan ganggu lah, saya teh lagi ikhtiar ini.' Saya mah justru takutnya kalau ada ular yang berbahaya, berbisa. Makanya saya pake sepatu boot yang sampe dengkul," jelas dia.

Satu tantangan yang dihadapi Didin adalah sakit gigi. "Duh, kesiksa pisan pas lagi kambuh. Makanya nggak pernah ngopi, paling camilan sama udud (rokok). Olok udud (boros rokok), hehe. Minum mah air bening aja. Kalau pas tidur, biasanya di atas abu bekas dudurukan (bebakaran), biar hangat. Mecak (enak)," lanjut dia.

Kerja keras yang dilakukan Didi sejak beberapa bulan terakhir, kemungkinan tidak akan sia-sia. Hal itu lantaran tanaman padinya tumbuh cukup bagus, dengan bulir padi yang hampir penuh.

"Saminggu lagi lah sudah bisa panen. Panen rendeng (musim hujan) kemarin dari 100 bata itu dapat 1 ton. Sekarang kayaknya nggak sama, tapi alhamdulillah 8 ton mah bisa dapet lah," kata dia.

Apa yang dialami Didi dan kawan-kawan di Kertasari juga terjadi di daerah lain di dalam Kecamatan Ligung maupun luar Kecamatan Ligung. Dalam hal sumber air sendiri, bagi mereka yang lahannya dekat dengan sungai, akan ambil dari sana. Itu pun dengan catatan sungai itu masih ada air. Namun, bagi yang jauh dari sungai, mereka melakukan hal yang sama dengan Didi.

Perjuangan berat yang dialami para petani itu diakui Bupati Majalengka Karna Sobahi. Karna mengklaim pihaknya sudah melakukan upaya agar kondisi itu tidak kembali terjadi, minimal bisa ditekan di masa yang akan datang. Bahkan, Dinas Perumahan Permukiman dan Sumber Daya Air (PPSDA) serta Dinas Pertanian dan Perikanan, jelas dia, belum lama ini menghadap ke pemerintah pusat.

"Kami sudah rakor-kan dua kali ya. Kemudian kami laporkan juga rincian, sampai kepada per hektare, bloknya juga, ke Provinsi dan ke Pusat," jelas Karna.

Kesulitan yang dialami petani, ungkap dia, bermuara dari masalah sumber air. Sebab, keberadaan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, yang alirannya masuk ke Majalengka, yakni ke Bendung Rentang, ternyata tidak bisa jadi sumber utama yang bisa menjaga ketersediaan air.

"Karena ini kan sulitnya itu sumber air. Irigasi sehebat apa pun, (kalau) nggak ada sumber airnya, sulit kan? Sementara sungai yang kita andalkan dari Jatigede, nggak bisa menyuplai. Karena segitu-gitunya, debitnya kecil," jelas dia.

Langkah Didi dan petani lain yang membuat sumur pantek untuk menghadapi musim kemarau saat ini, dianggap tepat. Bupati menegaskan, ke depan, pemerintah berencana membuat hal serupa.

"Oleh karena itu, kami merencanakan membuat sumur pantek, sumur bor. Karena (membuat) embung juga ya sulit ya. Kalau membuat embung untuk simpanan air ketika nanti mengalami kekeringan bisa menyuplai, nggak bisa juga. (Embung) Ikut kering juga. Itu masalahnya," beber dia.

Karna mengatakan, di Majalengka bagian utara ini luar biasa tingkat kesulitan mencari sumber air. "Karena mengandalkan kekuatan hujan dan sungai kan? Beda dengan (Majalengka bagian) selatan kan?" lanjut dia.

Yang menjadi fokos pemerintah saat ini tersedianya kebutuhan air bersih. Menurut Karna, hingga saat ini jenis kebutuhan tersebut masih aman.

"Yang pertama kita jaga suplai air untuk ke rumah tangga dulu. Jangan sampai kurang. Makanya PDAM disiapkan, tangki-tangki disiapkan. Untuk suplai ke rumah-rumah masih aman," tutur dia.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9332 seconds (0.1#10.140)