Bandara Husein Dinilai Ketinggalan Zaman dan Tak Memadai Lagi

Jum'at, 21 Juni 2019 - 20:27 WIB
Bandara Husein Dinilai Ketinggalan Zaman dan Tak Memadai Lagi
Bandara Husein Sastranegara Bandung. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
BANDUNG - Bandara Husein Sastranegara di Kota Bandung dinilai sudah tidak memadai lagi untuk penerbangan komersial karena berbagai alasan, mulai dari kondisi landasan pacu hingga tingkat kesulitan pilot dalam menerbangkan pesawat.

Kondisi tersebut diperparah dengan frekuensi penerbangan yang cukup padat di bandara yang menjadi Landasan Udara (Land) TNI Angkatan Udara (AU) itu. Di sisi lain, Bandara Husein Sastranegara pun nyaris tak bisa lagi dikembangkan akibat dikepung permukiman penduduk dan gedung-gedung permanen.

"Bandara Husein tidak memadai lagi karena tidak mengikuti perkembangan zaman," ungkap pengamat penerbangan Dudi Sudibyo saat dihubungi melalui telepon selulernya, Jumat (21/6/2019).

Dudi membeberkan, landasan pacu (run way) Bandara Husein sudah berumur dan tidak bisa lagi diperpanjang mengingat terbatasnya lahan.

Kondisi tersebut diakuinya dapat menyulitkan pilot saat melakukan penerbangan maupun pendaratan. "Landasan pacu sudah berumur, sementara frekuensi penerbangan semakin banyak," ujarnya.

Sekadar informasi, bandara yang terletak di wilayah perbatasan antara Kota Bandung dan Kota Cimahi itu mulai dioperasikan sebagai bandara militer pada 1920 silam dan mulai dioperasikan sebagai bandara komersial sejak 1974.

Dudi juga menyoroti persoalan fungsi Bandara Husein Sastranegara yang juga menjadi fasilitas militer. Menurut dia, kondisi tersebut tentunya menjadi gangguan, baik bagi penerbangan komersial maupun penerbangan militer. "Kondisi itu sulit juga, akan saling menggangu dan akan saling berbenturan kepentingan," ujarnya.

Disinggung apakah ada kaitannya antara peristiwa tergelincirnya pesawat Malindo Air di Bandara Husein Sastranegara pada Kamis 20 Juni 2019 kemarin, Dudi mengaku enggan menyimpulkan peristiwa tersebut akibat kondisi bandara.

"Analisa saya, kemungkinan besar karena faktor pilot. Waktu belok dalam kecepatan tinggi jelas pasti keluar dari landasan pacu, apalagi saat itu tidak ada hujan atau apa. Saya tidak bisa ambil kesimpulan, namun kemungkinannya begitu," jelasnya.

Dudi mengakui, di tengah kondisi tidak memadainya lagi Bandara Husein Sastranegara, memang diperlukan adanya bandara baru sebagai penggantinya. Namun, Dudi mengkritisi kehadiran Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) yang dinilainya terlalu jauh dari Ibu Kota Provinsi Jabar.

Disinggung solusi untuk mengatasi persoalan tak memadainya lagi Bandara Husein Sastranegara dan BIJB yang dinilainya terlalu jauh, Dudi menilai kebijakan pembagian rute penerbangan yang kini tengah dilakukan bisa menjadi solusi. Di sisi lain, kata Dudi, pihak-pihak terkait harus mampu membuat calon penumpang pesawat nyaman menggunakan BIJB.

"Jadi, solusinya pembagian (rute penerbangan), sharing antara Husein dan Kertajati. Soal akses yang jauh, ya harus dibuat nyaman dan masyarakat nikmati saja daripada (BIJB) mubazir," tandasnya.

Kondisi Bandara Husein Sastranegara yang tak lagi memadai diakui salah seorang pilot pesawat charter Kapten Mahesa Casandhika Riyadi. Menurut dia, kesulitan pilot mendaratkan pesawat di Bandara Husein Sastranegara karena bandara tersebut dikelilingi banyak gunung, cuaca yang sering tidak menentu, dan frekuensi penerbangan yang padat.

"Kepadatan traffic, baik lepas landas atau mendarat itu sudah terlalu padat. Itu juga salah satu yang membuat pilot di Bandara Husein harus yang sudah berpengalaman," kata Mahesa yang kini bertugas sebagai pilot pesawat charter di Provinsi Papua.

Mahesa juga menyebutkan, landasan pacu yang pendek serta appron yang hanya cukup untuk beberapa pesawat membuat Bandara Husein Sastranegara sesak.

"Jadi gak semua pesawat bisa masuk, hanya pesawat dengan seri-seri tertentu dan ber-body kecil yang baru bisa masuk," kata Mahesa yang sempat beberapa kali mendaratkan pesawat di Bandara Husein Sastranegara itu.

Namun, jika dilihat dari lokasi Bandara Husein Sastranegara yang terletak di tengah kota dan kini banyak dikelilingi gedung pencakar langit, menurutnya hal itu tak terlalu menjadi persoalan. Pasalnya, ketinggian maksimal gedung di sekitar kawasan bandara sudah diatur.

"Mungkin Bandara Husein ke depan bisa digunakan untuk penerbangan pendek dengan pesawat kecil. Bisa juga digunakan untuk akses ke Bandara Kertajati untuk mempercepat waktu perjalanan karena kalau lewat darat cukup jauh juga," tandasnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0002 seconds (0.1#10.140)