Abdy Yuhana: Intoleransi Hambat Produktivitas Bangsa dan Negara

Kamis, 20 Juni 2019 - 21:15 WIB
Abdy Yuhana: Intoleransi Hambat Produktivitas Bangsa dan Negara
Tokoh muda Jabar Abdy Yuhana menjadi pembicara dalam Diskusi Legasi untuk Bangsa di Bandung, Kamis (20/6/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Kemajemukan bangsa Indonesia dinilai sebagai keistimewaan yang harus terus dipelihara melalui sikap saling menghormati dan toleransi antara sesama anak bangsa.

Sikap intoleransi terhadap kemajemukan bangsa Indonesia sebisa mungkin harus dihindari. Terlebih, sikap intoleransi yang mengarah kepada paham radikal. Pasalnya, sikap tersebut dinilai bakal menghambat produktivitas bangsa dan negara.

"Bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Segala perbedaan harus diterima sesuai falsafah Pancasila," kata tokoh muda Jawa Barat Abdy Yuhana seusai Diskusi bertema "Legasi untuk Bangsa" di kawasan Dago Pakar, Bandung, Kamis (20/6/2019).

Abdy mengaharapkan dukungan seluruh elemen masyarakat dalam mengantisipasi persoalan intoleransi tersebut, khususnya di Jabar. Terlebih, kata Abdy, bukan perbedaan yang kini harus dipersoalkan, namun bagaimana menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

"Oleh karenanya, Jabar mengusulkan semangat peradaban bangsa yang menerima perbedaan," ujar Abdy yang juga menjabat Sekretaris DPD PDIP Jabar itu.

Apalagi, tutur Abdy, sejarah telah membuktikan bahwa perbedaan yang berujung pada konflik ideologi dan agama menimbulkan dampak buruk bagi perjalanan bangsa Indonesia.

"Indonesia pernah mengalami konflik ideologi agama dan kebangsaan, namun karena sadar hal itu tidak produktif, maka semua pihak akhirnya kembali bersatu kembali," tutur dia.

Abdy mengungkapkan, mengacu pada sejumlah riset, perbedaan yang mengarah pada paham radikal kini banyak dialami generasi muda, seperti mahasiswa yang meyakini bahwa homogenitas lebih baik dan menolak adanya perbedaan.

"Diperlukan peran seluruh elemen masyarakat agar tercipta persatuan dan kesatuan demi lahirnya produktivitas bangsa," tandasnya.

Masih di tempat yang sama, Dewan Pakar Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Andi Talman Nitidisastro menilai, intoleransi bahkan berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa.

Menurut dia, sikap intoleransi tak lepas dari minimnya pemahaman terhadap Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia. Ironisnya, kata dia, minimnya pemahaman terhadap Pancasila banyak dialami para penyelenggara negara.

"Seluruh penyelenggara negara seharusnya memahami Pancasila dan mengimplementasikannya lewat undang-undang dan aturan-aturan," katanya.

Apalagi, kata Andi, masyarakat yang sudah terinfiltrasi globalisasi pun kurang memahami Pancasila yang mengakibatkan mereka kebingungan dalam memilih sikap yang benar dan yang salah. "Karenanya, membumikan kembali Pancasila menjadi suatu kemutlakan," tegasnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7956 seconds (0.1#10.140)