Cara Bupati Cantik Membatasi Alih Fungsi Lahan di Karawang

Selasa, 21 Agustus 2018 - 15:16 WIB
Cara Bupati Cantik Membatasi Alih Fungsi Lahan di Karawang
Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana. Foto/Dok SINDOnews
A A A
KARAWANG - Kabupaten Karawang, Jawa Barat saat ini ibarat gadis yang penuh pesona hingga banyak diburu orang. Bukan apa-apa, Kota Lumbung Padi ini sudah menjadi pusat industri nasional dengan berdirinya ribuan pabrik.

Serbuan investor nasional dan internasional seolah berebut untuk bisa menanamkan investasinya di Karawang. Tercatat saat ini ada sekitar 1.600 pabrik berdiri di Karawang, seperti di kawasan industri ataupun zona industri.

Banyaknya industri di Karawang menimbulkan konsekuensi sosial di tengah masyarakat, terutama kehidupan para petani. Petani di Karawang mulai merasakan dampak dari kehadiran industri membuat lahan pertanian semakin menyusut dan sebagian petani mulai mengubah pola hidup dari buruh tani menjadi buruh industri.

Alih fungsi lahan menjadi momok para petani karena hilangnya lahan pertanian secara pelan-pelan akibat derasnya industri yang masuk ke Karawang dalam kurun waktu lima tahun ke belakang ini. Hingga saat ini, tercatat ada sebanyak 10 kawasan industri dan zona industri berdiri di Karawang dan seluruh lahan mengambil dari lahan pertanian.

Belum lagi dengan efek domino berdirinya usaha di sektor jasa seperti restoran, kontrakan, perumahan, hotel dan tempat hiburan lainnya yang juga mengambil lahan pertanian. Tak heran jika saat ini sebagian masyarakat Karawang mulai khawatir predikat Kota Lumbung Padi yang disandang selama beberapa dekade akan segera hilang dengan habisnya lahan pertanian di Karawang.

Kekhawatiran masyarakat ini mulai mengusik pemerintahan daerah yang dipimpin Bupati Cellica Nurrachadiana. Tak hanya petani, masyarakat lain seperti aktivis lingkungan sudah beberapa kali menggelar aksi demo ke Pemkab Karawang sebagai protes banyaknya lahan pertanian yang berubah fungsi akibat masuknya industri. Bupati Cellica mengaku memahami kondisi yang tengah terjadi di tengah masyarakatnya, terutama petani, terkait alih fungsi lahan.

Dia menjelaskan, Kabupaten Karawang saat ini tidak hanya berjuluk Kota Lumbung Padi tapi juga sebagai Kota Industri. Hal ini dampak dari keputusan pemerintah pusat yang memutuskan Karawang sebagai daerah industri nasional.

"Kita harus memahami sekarang Karawang sudah menjadi kota industri dan itu tidak bisa dihindari. Tugas kita sekarang ini yaitu bagaimana memadukan Karawang sebagai Kota Lumbung Padi dan Kota Industri untuk kesejahteraan masyarakat," kata Cellica.

Cellica mengatakan, tugas pemerintah daerah saat ini yaitu memberi ruang kepada sektor industri untuk bisa menjalankan bisnisnya dengan kondusif. Namun, secara bersamaan juga menjaga predikat Karawang sebagai Kota Lumbung Padi. Itu artinya meski terjadi alih fungsi lahan, tidak bisa dilakukan secara membabi buta, karena alih fungsi lahan dilakukan dengan syarat yang ketat.

"Kita sudah mematok luas lahan pertanian di Karawang seluas 85 ribu hektare tidak boleh berkurang. Dasar hukumnya yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang akan menjadi rambu membatasi alih fungsi lahan. Jadi sekarang ini sudah tidak bisa seenaknya mengubah lahan pertanian untuk apa pun," jelasnya.

Menurut Cellica, dengan terbitnya Perda LP2B, pemerintah membatasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Bahkan, hingga tahun 2030 alih fungsi lahan hanya boleh dilakukan seluas 10 ribu hektare, tidak boleh lebih. Luas lahan pertanian 85 ribu hektare bersifat abadi, tidak bisa dialihfungsikan. Karena itu dia menjamin meski terjadi alih fungsi lahan namun dilakukan secara terkendali hingga tidak mengganggu lahan pertanian yang ada.

"Perda LP2B ini jadi pegangan hukum kita untuk mengendalikan alih fungsi lahan dan tidak mengganggu lahan pertanian yang sudah ada," ujarnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1042 seconds (0.1#10.140)