Dinas Bina Marga Akui Ada Selisih Anggaran Rp20 M Jadi Catatan BPK

Jum'at, 14 Juni 2019 - 21:38 WIB
Dinas Bina Marga Akui Ada Selisih Anggaran Rp20 M Jadi Catatan BPK
Gedung BPK RI, Jalan Pejompongan Raya, Jakarta Pusat. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Jawa Barat mengakui adanya selisih anggaran sebesar Rp20 miliar dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2018 yang menjadi catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Iya, itu total ya.Itu (selisih anggaran Rp20 miliar) dari beberapa paket (pekerjaan) dari yang kelebihan pembayaran dan harganya dianggap ketinggian," ungkap Kepala DBMPR Jabar Koswara, Jumat (14/6/2019).

Koswara mengemukakan, terdapat dua alasan yang menyebabkan adanya selisih anggaran tersebut. Pertama, hasil pekerjaan fisik yang tidak sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan (kelebihan bayar) di mana uangnya memang harus dikembalikan dan kini sudah dalam proses. Kedua, berkaitan dengan harga yang dianggap terlalu tinggi.

Menurut Koswara, selisih anggaran juga terjadi karena BPK RI melakukan pola pemeriksaan di lapangan menggunakan sample. Padahal, satu sample pekerjaan tidak bisa mewakili seluruh proyek yang dikerjakan DBMPR.

"Nah harga ini kan kalau dari sisi dinas kita peroleh dari lelang. Kalau dianggap ketinggian, berarti proses lelangnya yang gak bener dong," ujar dia.

"Harga itu sebenarnya tidak harus diperiksa karena sudah melalui proses lelang, mana yang paling kecil. Ini yang mungkin berbeda persepsi dengan dinas. Tetapi karena sudah jadi temuan, ya tetap harus diselesaikan," sambung Koswara.

Bahkan, kata dia, harga yang dianggap terlalu tinggi tersebut sebenarnya tidak ada hubungannya dengan pengawasan karena sudah tertuang dalam proses lelang.

"Kalau masalah kelebihan pembayaran, berarti pekerjaanya kurang tepat. Itu di pengawasan berarti harus ditingkatkan. Kalau masih kurang, ya harus dibagusin lagi," tandasnya.

Kepala Inspektorat Jabar Ferry Sofwan pun mengakui adanya selisih anggaran sebesar total Rp 26 miliar yang menjadi temuan BPK RI tersebut. Menurut dia, temuan diperoleh karena pemeriksaan keuangan tahun ini polanya berbeda dan lebih detail.

Ferry menerangkan, pola pemeriksaan tahun ini lebih mendalam dan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, terjadi perbedaan persepsi antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan BPK RI.

"Ada beda persepsi pemahaman karena pola pemeriksaan baru. Ini posisi Jabar sebelumnya sudah WTP (wajar tanpa pengecualian) 7 kali. Pada posisi 8 kali ini harus naik kelas, pemeriksaan lebih detail, dalam," katanya.

Dia menuturkan, temuan BPK pada LKDP Tahun Anggaran 2018, di antaranya kelebihan bayar pada proyek pengerjaan jalan dan tingginya harga satuan komponen-komponen saat proses lelang sebelum pengerjaan.

"Pihak ketiga menyanggupi bisa menyelesaikan hal-hal terkait kekurangan volume kelebihan bayar. Kita juga berkomitmen akan mengembalikannya," tegas Ferry.

Ferry pun mengaku akan menyosialisasikan pola pemeriksaan terbaru dari BPK tersebut. Sehingga, diharapkan, tidak ada lagi perbedaan persepsi antara OPD dengan BPK RI saat proses pemeriksaan.

Sebelumnya, DPRD Jabar mendesak sejumlah OPD di lingkungan Pemprov Jabar untuk menuntaskan persoalan selisih anggaran sebesar Rp26 miliar yang menjadi catatan BPK RI dalam LKPD Jabar Tahun Anggaran 2018.

Secara spesifik, temuan selisih anggaran sebesar Rp26 miliar tersebut paling besar terdapat di DBMPR Jabar sebesar Rp20 miliar. Sedangkan Rp6 miliar sisanya di Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Permukiman dan Perumahan, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), dan Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7762 seconds (0.1#10.140)