Azyumardi Azra: People Power Tak Sesuai Semangat Ramadhan

Senin, 20 Mei 2019 - 21:00 WIB
Azyumardi Azra: People Power Tak Sesuai Semangat Ramadhan
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Cendekiawan muslim Azyumardi Azra menilai, aksi pengerahan massa atau people power yang diprovokasi oleh pihak oposisi tak sesuai dengan semangat bulan suci Ramadhan.

Dia mengatakan, di bulan yang suci ini, seluruh umat muslim di dunia, termasuk di Indonesia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya. Gerakan people power, kata Azyumardi, merupakan luapan hawa nafsu yang dipaksakan.

"Saya kira (people power) tidak sesuai dengan semangat Ramadhan, masih juga pergi ke Jakarta itu mengikuti hawa nafsu," tutur Azyumardi seusai kegiatan Tafakur Untuk Negeri di hadapan jamaah Tajug Gede, Cilodong, Kabupaten Purwakarta, Minggu 19 Mei 2019.

Rektor UIN Syarif Hidayatullah periode 1998-2006 itu melanjutkan, gerakan people power yang muncul akibat ketidakpuasan terhadap hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 itu hanya akan mengganggu kondusivitas dan kekhusyukan umat dalam menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan.

Bahkan, menurut dia, percuma masyarakat melakukan gerakan people power karena hal itu tidak akan berdampak apapun terhadap hasil Pilpres 2019. Dia menegaskan, ketidakpuasan terhadap hasil Pilpres 2019 seharusnya diselesaikan melalui jalur konstitusional.

"Karena hasil pemilu itu bukan ditentukan oleh aksi jalanan, itu oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Kalau ada masalah, gugatan itu ke MK (Mahkamah Konstitusi)," tegas Azyumardi.

"Kalaupun ada klaim pemilu curang, maka tunjukkan bukti-bukti kecurangan itu yang kongkret, yang jelas je Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) atau MK. Jangan cuma klaim begitu, malah menggganggu kondusivitas," sambungnya.

Azyumardi pun mengimbau para elite politik untuk bersikap bijak, arif, dan negarawan. Dia kembali menegaskan, para elite politik jangan mengorbankan rakyat hanya untuk mewujudkan kepentingannya.

"Ikutilah mekanisme yang ada, jangan melakukan hal yang tidam-tidak," ujarnya.

Selain itu, Azyumardi pun berharap, masyarakat tak mudah terprovokasi. Sebaliknya, masyarakat sudah seharusnya memikirkan politik dengan pertimbangan akal sehat dan kembali pada tatanan hukum dalam menyikapi persoalan Pilpres 2019 ini.

"Jangan mau didorong eleite politk yang punya kepentingan untuk, tawar menawar politik, sehingga masyarakat awam menjadi korban elite politik ini," katanya.

Lebih jauh Azyumardi menilai, kontestasi Pilpres 2019 yang sengit bukan karena diwarnai politik identitas. Bahkan, kata dia, politik identitas di Indoensia sebenarnya sudah tidak laku.

"Pilpres 2019 menjadi sengit karena merupakan pertarungan yang belum usai antara Jokowi dan Prabowo di Pilpres 2014. Selain itu, Pilpres 2019 juga menjadi pertarungan terakhir bagi keduanya, sehingga menjadi lebih sengit," jelasnya.

Dia mencontohkan, jika benar terdapat politik identitas pada Pilpres 2019, PDIP tentu tidak akan memenangkan kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 yang digelar bersamaan dengan Pilpres 2019, melainkan partai-partai berbasis Islam.

"Jadi tidak ada politik identitas. Kalau ada politik identitas di Pemilu 2019, maka yang menang itu PKS, PBB, PPP. Malah PBB kan tidak lolos. Itu menandakan, masyarakat menggunakan hak pilihnya bukan atas dasar agama, melainkan keinginannya sendiri," tandasnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.1291 seconds (0.1#10.140)