Kisah Hijrah Anak Punk Depok, Menangis saat Kembali Baca Alquran

Sabtu, 18 Mei 2019 - 13:01 WIB
Kisah Hijrah Anak Punk Depok, Menangis saat Kembali Baca Alquran
Mengaji, salah satu aktivitas di Komunitas Seniman Terminal (Senter), dekat Terminal Depok, Jawa Barat. Foto/SINDOnews/ R Ratna Purnama
A A A
DEPOK - Menjadi anak punk memang sudah pilihan Leonardo atau akrab disapa Edo. Pria asal Padang, Sumatera Barat itu telah 10 tahun menjalani kehidupan di jalanan bersama komunitas punk di Depok, Jawa Barat. Dia berkelana naik turun angkot dan mengamen demi untuk mendapatkan uang makan. Semua itu dilakukan agar bisa bertahan hidup.

Dari penampilannya yang terkesan lusuh, tak ada yang menyangka dahulu Edo hafal empat juz Alquran dan menjadi penceramah di berbagai acara. Namun, kecintaan pada punk membuat Edo akhirnya memilih hidup di jalanan. Dia meninggalkan kampung halamannya dan bergabung dengan anak punk di Depok. Berbagai situasi dia alami selama menjadi anak punk. "Mulai dari dikejar Satpol PP sampai dikira penjahat," katanya.

Dia tak menampik penampilan yang acak-acakan memang kerap membuat orang menstigmakan negatif terhadapnya. Selama 10 tahun menjalani hidup di jalanan, dalam hati Edo pun meminta agar ada kehidupan lebih baik baginya. "Sekarang sudah punya keluarga, jadi nggak mau di jalanan mulu. Mau punya penghasilan lagi kayak dulu. Mau lebih baik lagi," paparnya.

Sampai akhirnya Edo bergabung dengan Komunitas Seniman Terminal (Senter) di dekat Terminal Depok. Di sana dia bersama temannya diajak untuk mengaji dan mendalami ilmu agama. "Pertama kali baca Alquran lagi menangis. Saya nyesal dan mau hijrah," ucapnya.

Edo merasa beruntung bisa bertemu dengan Komunitas Senter sehingga kini hidupnya lebih terarah. Perlahan dia memiliki harapan agar memiliki penghasilan yang lebih baik daripada hidup di jalanan. "Sekarang saya mau balik lagi. Mau kembali belajar agama lagi. Saya merasa lebih tenang," katanya.

Komunitas Senter dibentuk oleh Wirawan Yosh pada tahun 2010. Tujuannyam mengajak anak punk untuk hijrah adalah agar mereka bisa terangkat derajatnya. Dia memiliki harapan agar masyarakat tidak memandang rendah anak punk. Perlahan tapi pasti, Wawan mengajak anak punk menuju jalan Tuhan. Wawan mengakui bahwa hal itu memang tidak mudah. Perlu strategi tersendiri agar anak-anak punk itu mau datang berkumpul dan akhirnya belajar agama.

"Pertama saya pakai metode sebar beras. Jadi saya carter gerobak bakso dan saya panggil anak-anak itu. Terus mereka ngumpul di kelas dan saya panggil ustaz. Nah mulailah mereka dikenalkan dengan agama perlahan-lahan," katanya.

Pertama kali anak punk ikut belajar agama, kata Wawan, banyak tingkah mereka yang seenaknya. Namun, hal itu dibiarkan Wawan karena kalau dilarang mereka bisa bubar.

"Namanya anak jalanan. Pas di kelas ada yang tiduran ada yang sambil ngelakuin apa aja. Tapi saya bilang ke ustaznya ini jihad kita dan Alhamdulillah dimengerti," kenangnya.

Dari yang semula mengharap makanan setelah mengaji, lama kelamaan anak punk itu merasa bahwa mengaji menjadi kebutuhan mereka. Kegiatan mengaji ini pun rutin digelar dan berkembang pesat.

"Namun di tahun 2014- 2015 terjadi kendala. Sehingga saya meminta mereka untuk kembali sendiri-sendiri. Mereka ada yang ke jalanan lagi dan dengan kehidupan yang lalu. Di tahun 2018 kemarin ternyata mereka rindu untuk belajar agama lagi. Mereka meminta saya untuk kembali mengaktifkan pengajian. Dan dengan Bismillah kami jalan lagi sampai sekarang," katanya.

Aktivitas mengaji Komunitas Senter ini mulanya digelar pada Kamis malam di Masjid Sekolah Terminal (Master) Depok. Di sana mereka bersama-sama membaca Surat Yasin. Namun, sekarang pengajian digelar pada Jumat malam. Mereka sama-sama membaca AlQuran dengan dibimbing oleh relawan. "Alhamdulillah ada beberapa relawan yang dengan sukarela mau berbagi ilmu dengan teman-teman di sini," ucapnya.

Selain mengaji, Komunitas Senter ini juga memiliki segudang kegiatan keagamaan. Mulai dari buka bersama, berbagi takjil, santunan dan zakat. Wawan memiliki harapan agar jejak kecil yang dilakukannya bersama teman-temanya ini bisa bermanfaat bagi anak-anak yang hidup di jalanan, kemudian dapat mengubah pandangan masyarakat bahwa anak punk itu menyeramkan dan cenderung kriminal.

"Ini yang kami ingin ubah mengenai stigma negatif anak punk. Kalau kita sudah bergaul dengan mereka, kita bisa mendapatkan nilai positifnya, solidaritas mereka sangat kental dan bisa bertahan hidup dengan kondisi apa pun itu. Ini yang seharusnya kita ambil pelajaran dari mereka," paparnya.

Kata Wawan, mengajarkan Alquran pada anak-anak tersebut memang bukan hal mudah. Sehingga, harus dilakukan secara perlahan. Namun, setidaknya anak-anak jalanan tersebut sudah memiliki niat dan kemauan untuk hijrah ke jalan yang lebih baik.

"Kami juga ada kerja sama dengan komunitas lain. Kami ada program hapus tato dengan syarat bayar dengan hafalan Surat Ar Rahman. Intinya kami ingin membawa mereka ke jalan lebih baik," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9825 seconds (0.1#10.140)