Dedi Mulyadi Kembali Sindir Kubu Prabowo

Kamis, 16 Mei 2019 - 13:25 WIB
Dedi Mulyadi Kembali Sindir Kubu Prabowo
Ketua TKD Jokowi-Maruf Jabar Dedi Mulyadi saat mendampingi Cawapres Maruf Amin. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf Amin Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali menyindir kubu Prabowo-Sandi yang mengeluarkan seruan agar pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 02 tidak mengakui pemerintah dan tidak membayar pajak.

Diketahui, seruan tersebut muncul dari mulut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono. Dia meminta seluruh pendukung Prabowo-Sandi tak perlu mengakui pemerintahan periode 2019-2024 karena dibentuk oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak legitimate.

Menurut Arief, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pendukung Prabowo-Sandi. Pertama, menolak membayar pajak kepada pemerintah karena pemerintah yang terbentuk dari penetapan KPU tidak sah.

Menanggapi pernyataan Puyuono tersebut, Dedi Mulyadi menegaskan, seruan tersebut tak bisa dilaksanakan karena akan berdampak luas pada segala bidang. "Kalau pemerintah yang sah tidak diakui dan warga diajak tidak usah membayar pajak, maka anggota DPR dan DPRD dari partai oposisi juga tak berhak mendapat gaji," tegas Dedi, Kamis (16/5/2019).

Menurut Dedi, gaji dan tunjangan untuk anggota DPR dan DPRD berasal dari Kementerian Keuangan yang disalurkan melalui Sekretariat Jenderal DPR RI dan Sekretariat Dewan. Kalau pemerintah tidak diakui, kata Dedi, otomatis kementeriannya pun tak diakui dan dianggap tidak sah. Maka, gaji yang diterima pun tidak akan sah.

"Jadi nanti uang gaji yang diperoleh oleh anggota DPR dan DPRD pun ilegal itu," ujar Dedi yang juga Ketua DPD Partai Golkar Jabar itu.

Dampak lain seruan untuk tidak mengakui pemerintah yang sah, yakni soal administrasi kependudukan berupa kartu tanda penduduk (KTP) ditandatangani oleh pejabat negara. Ketika presiden tidak diakui, menurut Dedi, maka pengangkatan pejabat negara juga tidak sah. Artinya, berbagai kegiatan yang legalitasnya menggunakan KTP juga tidak sah. "Salah satunya adalah transaksi perbankan pun tidak sah karena KTP-nya ilegal," tandas Dedi

Sebelumnya, Dedi Mulyadi juga mengkritik kubu Prabowo yang menolak hasil Pemilu 2019. Dedi menilai, sikap kubu Prabowo yang menolak hasil Pemilu 2019 berarti tidak mengakui perolehan suara calon legislatif (caleg) semua partai, termasuk caleg Partai Gerindra.

Dedi mengatakan, Pemilu 2019 dilaksanakan dalam satu paket kegiatan yang dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyelenggara bernama KPU, mulai dari tingkat pusat, provinsi, hingga tingkat KPPS. Pengawasanya pun dilakukan berjenjang, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga tingkat kelurahan/desa.

"Sehingga pengakuan atau penolakan terhadap hasil pemilu, berarti penolakan terhadap satu paket kegiatan. Bukan hanya penolakan terhadap hasil pilpres, tetapi juga hasil pemilihan DPD dan anggota legislatif dari pusat sampai daerah. Berarti konsekuensinya menolak hasil pileg di berbagai daerah," papar Dedi. (Baca Juga: Tidak Akui Hasil Pemilu, Prabowo Sama Saja Tolak Hasil Pileg(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2911 seconds (0.1#10.140)