Ridwan Kamil Diminta Bersikap Obyektif Pilih Kadinkes Jabar

Senin, 06 Mei 2019 - 20:28 WIB
Ridwan Kamil Diminta Bersikap Obyektif Pilih Kadinkes Jabar
Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil diminta bersikap obyektif dalam memilih kandidat yang tepat untuk menempati jabatan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Jabar agar pelayanan kesehatan di Jabar optimal.

Diketahui, proses seleksi Kadis Kesehatan Jabar melalui lelang jabatan hampir final, menyisakan tiga kandidat. Yakni, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Jabar Dr drg Marion Siagian, MEpid; Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Jabar Sri Sudartini MPS; dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat dr Berli Hamdani MPM.

"Gubernur harus obyektif dalam memilih kepala dinas (Kadinkes Jabar)," kata pakar pemerintahan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Budi Rajab di Bandung, Senin (6/5/2019).

Menurut Budi, sikap obyektif harus ditunjukkan Ridwan Kamil dengan mempertimbangkan pengalaman dan penguasaan permasalahan kesehatan di Jabar. "Kandidat dari internal tentu lebih unggul. Jadi, mungkin yang terbaik dari posisi internal," ujar dia.

Budi menuturkan, kandidat yang berasal dari internal dipastikan lebih menguasai persoalan kesehatan di Jabar. Sebab, kondisi geografis dan budaya masyarakat menjadikan persoalan di setiap daerah berbeda-beda. "Orang-orang internal lebih tahu permasalahan kesehatan di Jawa Barat," tutur Budi.

Budi menilai, mekanisme lelang jabatan yang dipilih Ridwan Kamil untuk memilih kadis di lingkungan Pemprov Jabar belum tentu obyektif.

Bahkan, Budi memandang, lelang jabatan di birokrasi bisa saja hanya sebatas formalitas, sehingga belum tentu menghasilkan kandidat terbaik berdasarkan kualifikasi. "Lelang jabatan itu bagus, tapi kalau kualitasnya sama saja, ya mending dari internal," ungkap dia.

Terlebih, tandas Budi, sudah menjadi rahasia umum jika pemilihan pejabat birokrat kental dengan unsur nepotisme. Meski menggunakan mekanisme lelang jabatan, namun Budi menduga, unsur kedekatan tetap jadi prioritas.

"Kan dari dulu juga birokrasi terkenal nepotisme. Sering kali lelang jabatan itu jadi ajang permainan dari birokrasi untuk titip-titipan. Jadi sifatnya subjektif dan nepotisme," tandas Budi.

Budi pun menyayangkan praktik nepotisme masih kerap berlangsung di lingkungan birokrasi di tengah-tengah reformasi birokrasi yang terus digaungkan.

"Reformasi birokrasi itu harus ada perubahan radikal, harus cukup mendasar. Kemacetan pemerintah sejak orde baru sampai sekarang, ya dari (permasalahan) birokrasi," pungkas dia.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2942 seconds (0.1#10.140)