Banyak Petugas KPPS Meninggal Dunia, Pengamat Nilai KPU Lalai

Rabu, 24 April 2019 - 20:16 WIB
Banyak Petugas KPPS Meninggal Dunia, Pengamat Nilai KPU Lalai
Pengamat politik dari UPI Bandung Cecep Darmawan. Foto/SINDOnews/Arif Budianto
A A A
BANDUNG - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai lalai atas banyaknya kasus petugas KPPS meninggal pascapencoblosan pada 17 April 2019 lalu. Mestinya, KPU lebih maksimal dan melakukan perencanaan.

Penilaian itu disampaikan oleh pengamat Politik dari Universiatas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan.

Cecep mengatakan, ada sesuatu yang lost atau di luar perencanaan, sehingga banyak petugas KPPS meninggal dunia. Mestinya, KPU sebagai penyelenggara lebih antisipatif. Begitupun Bawaslu, lebih memaksimalkan pengawasan dalam perencanaannya.

“Karena demokrasi semestinya dihadapi dengan kegembiraan atau happiness, bukan dengan kecapean. Tetapi sekarang demokrasi prosedural banyak kendala teknis. Harusnya lebih diantisipasi oleh KPU dan Bawaslu sebagai pengawas,” kata Cecep.

Dia pun mempertanyakan proses simulasi yang silahkan KPU sebelum proses pencoblosan. Dia memprediksi, proses simulasi kurang melihat faktor lain. Misalnya seberapa banyak yang hadir.

Apalagi ada faktor keterlambatan logistik, sehingga waktunya jadi mundur. Artinya ada teknis simulasi yang tidak tercover dengan baik.

Walaupun kata dia, pemilu serentak 2019 baru pertama digelar. Proses Pileg dan pilpres ini selayaknya menjadi pelajaran ke depan. Bagaimana manajemen pemilu agar lebih tertib dan terbuka, transparan, dan tidak menimbulkan kelelahan.

“Solusinya, KPU harus lebih antisipasi. Dari sisi perencanaan, kita harus tahu manajemen seperti apa. SDM seperti apa, dan pihak lain yang terlibat atau waktu yang lebih panjang. Kemudian ada model yang lebih simple,” tegas dia.

Dia mengaku, keputusan mengubah pemilu serentak menjadi pileg atau pilpres secara terpisah, tergantung pada MahkamahKonstitusi (MK). Tinggal, bagaimana pelaksana pemilu dalam hal ini KPU bisa melaksanakan secara maksimal.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.5599 seconds (0.1#10.140)