Parjo Ajak Warga Tolak Deligitimasi KPU lewat Eksperimen Sosial

Senin, 22 April 2019 - 23:31 WIB
Parjo  Ajak Warga Tolak Deligitimasi KPU lewat Eksperimen Sosial
Warga memeluk relawan Parjo dalam aksi eksperimen sosial menolak upaya delegitimasi KPU, Senin (22/4/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Relawan Parahyangan Keur Jokowi (Parjo) menggelar aksi eksperimen sosial sebagai bentuk dukungan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kini tengah menyelesaikan penghitungan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pileg 2019.

Melalui aksi tersebut, para relawan pendukung pasangan capres-cawapres 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'tuh) yang merupakan alumni Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung itu, mengajak semua pihak mengikuti aturan main Pilpres 2019 dan menolak upaya delegitimasi KPU.

"Kami melihat gejala penolakan dari pihak-pihak tertentu terhadap hasil penghitungan suara pilpres, baik itu dalam versi quick count maupun versi KPU. Itulah yang melatarbelakangi aksi yang kami gelar ini," kata Ketua Umum Parjo Iwa Eka Yogaswara di sela-sela aksi di Lapangan Gasibu, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (21/4/2019).

Dalam aksinya, seorang relawan Parjo membentangkan kedua belah tangan dengan mata tertutup, mengajak masyarakat untuk memeluk jika setuju penolakan terhadap delegitimasi KPU. Ajakan untuk memeluk juga tertulis pada sebuah standing banner yang ditempatkan di samping relawan tersebut.

Parjo Ajak Warga Tolak Deligitimasi KPU lewat Eksperimen Sosial


Aksi tersebut cukup banyak ditanggapi warga yang tengah berolahraga di Lapangan Gasibu. Satu per satu warga memeluk relawan tersebut sebagai pertanda dukungan penolakan deligitimasi terhadap penyelenggara Pemilu 2019 itu.

"Kami menolak deligitimasi KPU. Maksud kami, bila semakin banyak yang meluk, berarti semakin banyak masyarakat yang mendukung KPU. Karena sebenarnya tidak ada pihak yang kalah dalam Pilpres 2019, kita semuanya menang," ujar dia.

Terlebih, tutur Iwa, KPU merupakan satu-satunya lembaga resmi penyelenggara pesta demokrasi di Indonesia. Dia menyebut, kepada siapa lagi masyarakat harus percaya jika bukan pada KPU.

"Kami berharap, kegiatan ini dapat mendorong simpati publik terhadap situasi sosial politik saat ini, agar kita semua menerima hasil penghitungan suara dari lembaga yang resmi," tutur Iwa.

Iwa mengungkapkan, dalam ajang pesta demokrasi, terdapat dua metode penghitungan suara, yakni metode hitung cepat (quick count) dan hitung nyata (real count) yang dilakukan oleh KPU. Jika tidak percaya pada quick count, tinggal tunggu hasil penghitungan suara dari KPU.

"Jadi jangan sampai menolak dua-duanya karena negara ini harus tetap aman dan damai. Siapapun presidennya nanti, kita harus tetap menegakkan NKRI, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, dan terutama kebhinekaan. Kami pun akan legowo jika KPU menyatakan Jokowi-Ma'ruf kalah di Pilpres 2019," ungkap dia.

Disinggung dampak deligitimasi KPU, Iwa menegaskan, hal itu akan berdampak buruk terhadap demokrasi di Indonesia. Apalagi, jika upaya tersebut berefek pada mobilisasi massa dengan mengatasnamakan people power. "Itu sangat merugikan dan mencederai demokrasi," tegas Iwa.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7914 seconds (0.1#10.140)