Sebelum Nyoblos, Tiga Pasien RSJ Lebih Dulu Diperiksa Dokter

Rabu, 17 April 2019 - 19:10 WIB
Sebelum Nyoblos, Tiga Pasien RSJ Lebih Dulu Diperiksa Dokter
Kompleks RSJ Provinsi Jawa Barat di Cisarua, KBB. Tiga pasien RSJ mencoblos di TPS 37, tak jauh dari kompleks rumah sakit. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Tiga penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jabar atau RSJ Cisaru, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB), menggunakan hak pilih mereka pada Pemilu 2019, Rabu (17/4/2019).

Proses pemungutan suara tidak dilakukan di kompleks RSJ, melainkan di luar lingkungan rumah sakit jiwa, tepatnya di TPS 37 yang lokasinya tidak jauh dari RSJ yang masuk wilayah Desa Jambudipa.

Tiga orang itu menyalurkan hak politiknya sekitar pukul 11.30 WIB. Mereka termasuk pasien yang kondisi kejiwaannya dinyatakan cukup baik dan sedang dalam masa pemulihan.

Sebelum mencoblos, mereka diperiksa lebih dulu oleh dokter. Setelah kondisi kejiwaan mereka layak untuk berpartisipasi menyalurkan suara di Pemilu 2019 ini.

"Di sinikan ada dokter penanggung jawab pasien. Merekalah yang menentukan kondisi pasien sehingga dinyatakan bisa ikut mencoblos," kata Plt RSJ Provinsi Jabar dr Riza Putra SPj kepada wartawan.

Dia mengemukakan, ada dua tipe pasien yang dirawat di RSJ Provinsi Jawa Barat, yakni pasien intensif yang baru datang atau sering ngamuk, dan pasien rawat tenang.

Mereka yang diperbolehkan mencoblos itu adalah pasien yang masuk kategori rawat tenang. Sebelumnya, mereka juga telah mendapatkan sosialisasi dari KPU KBB sebelum pencoblosan.

"Sosialisasi ada karena takutnya mereka lupa tata cara memilih. Pastinya ini bukan yang pertama kali ada pasien di sini yang ikut pemilu, karena beberapa tahun ke belakang juga pernah," ujar dia.

Kepala Perawatan RSJ Provinsi Jabar Nining Meriam menuturkan, saat ini di tempatnya ada total 111 pasien. Dari jumlah itu yang dapat menyalurkan hak pilihnya hanya tiga orang, terdiri dari satu perempuan dan dua laki-laki.

Pasien lainnya merupakan anak di bawah umur sebanyak sembilan orang, 30 orang masih dalam penanganan intensif, dan sisanya tidak bisa memilih karena terkendala masalah administrasi.

"Sebelum mencoblos ada assement yang dilakukan dokter dan psikiater kepada pasien, sehingga diputuskan siapa yang dinyatakan dapat menggunakan hak pilihnya. Kalau yang tidak bisa mencoblos itu kebanyakan karena mereka tidak memiliki KTP elektronik," imbuhnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.3346 seconds (0.1#10.140)