Lair Kemas Riuh Tahun Politik dan Geliat Pantura Dalam Lagu Nalar

Kamis, 04 April 2019 - 22:39 WIB
Lair Kemas Riuh Tahun Politik dan Geliat Pantura Dalam Lagu Nalar
Grup musik asal Jatiwangi, Lair. Foto/Istimewa
A A A
MAJALENGKA - Menerka menerkam dan menghantam
Menyamarkan suara yang menyala
Menjalar menular melemahkan setiap nalar

Menerka menerkam dan menghantam
Menyamarkan suara yang menyala
Menjalar menular melemahkan setiap nalar

Terulang, mendulang, meremang, mengusang
Menjalar menular melemahkan setiap nalar

Penggalan lirik lagu itu menggambarkan suasana hiruk pikuk di tahun politik. Perang alat peraga kampanye (APK) menjadi pemandangan lumrah dan mudah ditemukan di berbagai sudut tempat.

Dengan berbagai kalimat manis sebagai penyerta, para peserta kontestasi politik yang memimpikan jadi 'orang penting' berlomba-lomba merayu masyarakat untuk memilihnya pada hari H Pemilu 2019, 17 April mendatang.

Fenomena tersebut ditangkap oleh para seniman sebagai sebuah inspirasi. Lair, grup musik dari Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka mencoba menghadirkan fenomena tersebut dalam sebuah lagu berjudul Nalar, beserta video klipnya.

Lewat tayangan APK dari berbagai golongan dengan beragam macam ukuran, Lair dengan jelas menghadirkan kondisi riil yang terjadi saat ini, di seluruh pelosok Indonesia.

"Nalar adalah single perdana Lair yang terilhami dari musim yang paling ramai tahun ini, musim Politik. Ketika setiap kaki melangkah, pandangan tak lepas dari poster-poster, banner, dan baliho kampanye para caleg partai. Riuh kontestasi politik ada di dunia nyata, pun dunia maya," kata Ika Yuliana, vokalis Lair, saat berbincang dengan SINDOnews.

Di luar perang APK para kontestan, keriuhan juga terjadi di antara masyarakat, yang merupakan pendukung dari para calon itu. Tidak sedikit terjadi saling serang, baik itu di kalangan para calon sendiri, maupun para pendukungnya.

"Di musim ini, apa saja bisa terjadi. Menghujat, menuduh, bahkan mendorong masuk ke jurang, dan semua merasa paling benar. Musim ini seperti cara Tuhan untuk menunjukkan siapa orang yang tulus dan yang tidak," ujar dia.

"Dengan lagu ini kami punya pesan buat para warganet, jangan sampai Nalar kita hilang di musim politik ini. Siapa saja berhak memilih dan dipilih, golput pun adalah hak. Yang penting satu, sing eling (yang sadar)," tutur dia.

Selain tahun politik, lewat video klip tersebut Lair juga ingin mengajak masyarakat untuk melihat kondisi sosial di sekitar Jatiwangi, daerah tempat markas mereka.

Aktivitas para petani, karyawan pabrik, adalah beberapa hal yang begitu lekat di daerah itu, yang juga direkam dalam video klip tersebut.

Lokasi video klip tak jauh dari rumah Lair di Jatiwangi, yang juga jalan-jalan dan trotoarnya turut diramaikan dengan segala bentuk kampanye politik. Juga mengambil tempat publik sekitar, seperti lampu lalu lintas di perempatan Jatiwangi yang selalu tak berfungsi, pabrik garmen yang makin menjamur, juga sawah yang sedang masa panen.

"Ini menjadi pemandangan sehari-hari saat ini yang akan menjadi arsip visual wilayah, nantinya. Nalar bicara tidak sekadar pemilu, tapi juga kondisi lingkungan," ungkap Ika.

Dari sisi musik, kedekatan lagu Nalar dengan seni musik daerah sekitar, Tarling. Suara gitar yang cukup mendominasi, membuat masyarakat dari daerah Pantura Jawa Barat dan Ciayumajakuning (Cirebon Indramayu Majalengka dan Kuningan), tidak akan terasa asing.

"Sejak awal, Lair tidak menetapkan satu jenis musik tertentu untuk dimainkan. Namun jika harus dimasukkan dalam kategori, Lair memilih sebutan ‘pantura-soul’ bagi musiknya," kata dia.

Muatan kearifan lokal juga dari salah satu adegan personel di dalam video klip Nalar. Dalam video klip berdurasi 5.09 menit itu, Ika, yang merupakan satu-satunya personel perempuan, berdandan ala Sintren, seni tradisional yang tumbuh di Cirebon.

"Lair juga mencoba untuk mengadaptasi tari sintren Cirebon, sebuah budaya yang dekat, yang menjadi role-model dari sosok wanita satu-satunya di Lair, genit, tetapi mistis," ujar Ika.

Sosok yang diperankan Ika dalam video itu cukup unik. Pasalnya, dia bukan asli dari daerah Pantura, melainkan berasal dari luar Jawa, Medan.

"Kalau susah mah, nggak bisa dikatakan 'banget' ya. Karena kan sebelumnya saya lama di Jakarta, jadi udah cukup kenal dengan budaya sini," tutur dia.

Nalar bukan satu-satunya lagu karya Lair. Ada enam lagu yang segera dirilis oleh grup musik dengan personel Tedi En (vokal & lead guitar), Andzar Agung Fauzan (vokal & bass), Ika Yuliana (vokal), Tamyiz Noor (vokal), Kiki Permana (tambourine/percussion), dan Pipin Muhammad Kaspin (vokal & rythm) itu.

"Nalar ini salah satu lagu dari album kami Kiser Kenamaan. Ada tujuh lagu, salah satunya kolaborasi dengan Mixrice, Korea Selatan, Ggung Jja. Itu bonus track sih. Rencananya, 17 April rilis album, bareng sama pencoblosan, hahaha. Nalar ini lagu yang memang kami bikin pertama. Jadi munculnya juga pertama," ungkap Ika.

Selain Nalar, lagu-lagu dari album pertama Lair Kiser Kenamaan itu yakni Biru Beriak, Roda Gila, LIR, Nama dan Makna (Sajak oleh Ajip Rosidi), Liat, Disko Pantura (instrumental). Bonus trek: Ggung Jja (Kolaborasi dengan Mixrice, Korea Selatan).

"Sejumlah lagu mengangkat sosok yang menjadi panutan dan juga legenda di dunia musik dan sastra. Pak Ajip Rosidi dan Wa Lulut (legenda Tarling) adalah dua sosok yang diangkat dalam lagu-lagu di album itu. Dalam rentang tema yang luas itu, benang merah yang menghubungkan pesan dalam lagu-lagu Lair adalah keresahan danpertanyaan pada diri," pungkas Ika.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.8382 seconds (0.1#10.140)