INDEF: Impor Bawang Putih Rawan Timbulkan Moral Hazard

Minggu, 31 Maret 2019 - 11:56 WIB
INDEF: Impor Bawang Putih Rawan Timbulkan Moral Hazard
Foto/SINDONews/Dok/Ilustrasi
A A A
BANDUNG - Penugasan pemerintah kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengimpor bawang putih guna menyetabilkan harga banjir kritik pedas dari berbagai pihak, terutama pakar ekonomi.

Jika sebelumnya kritik datang dari ekonom Dikdik C Rachbini, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih, Ekonom perdagangan internasional dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal, dan lembaga pemantau pemilu Indonesian Political Review (IPR), kali ini The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pun bersuara.

Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, penunjukkan Bulog untuk mengekspor bawang putih itu tidak akan efektif. Bahkan, INDEF menilai, impor bawang putih berpotensi menimbukan moral hazard atau riziko moral.

Dalam bidang ekonomi, kata Enny, moral hazard dapat terjadi di mana tindakan salah satu pihak menjadi kerugian pada pihak lain setelah transaksi keuangan telah terjadi.

Kebijakan impor ini, kata Enny, jelas menafikan keberpihakan dan menimbulkan kerugian terhadap petani bawang putih. Dia memandang, permasalahan bawang putih sebenarnya klasik yang tak kunjung selesai karena persoalan data.

Seharusnya, jika pemerintah mengetahui bahwa setiap tahun muncul permasalahan kekurangan stok bawang putih, keputusan impor sudah dilakukan sebelum harga merangkak naik.

"Percuma kalau sekarang. Kalau memang mau ada penugasan ya harusnya sudah dari beberapa bulan lalu. Kan impor bawang putih ini prosesnya gak cuma seminggu dua minggu," kata Enny dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Sabtu (30/3/2019).

Enny pun mempertanyakan keputusan pemerintah menugaskan Bulog untuk melakukan impor bawang putih ini. Pasalnya, jika memang penugasan, impor seharusnya dibiayai oleh APBN karena tujuannya pun untuk buffer stock. Namun, hal ini tidak dapat terjadi karena status Bulog sebagai BUMN.

"Pada akhirnya, penugasan impor kepada Bulog sifatnya juga mengarah komersialisasi. Potensi terjadinya moral hazard pun bisa semakin besar terjadi. Nanti ujung-ujungnya Bulog kasih penugasannya ke importir lain. Sama seperti kasus penugasan daging, ujung-ujungnya bukan Bulog yang ngimpor," ujar dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, impor bawang putih belum dilakukan. Dia menyebutkan, izin impor bawang putih tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Darmin mengaku sudah berkoordinasi dengan Kemendag untuk segera mengeluarkan izin tersebut. "Sudah saya tanya, tapi ya belum juga (dikeluarkan izinnya),” kata Darmin di Jakarta, Jumat 29 Maret 2019.

Dia mengemukakan, izin impor bawang putih harusnya sudah dikeluarkan Kemendag sejak sepekan lalu. Namun, izin impor tersebut hingga kini belum kunjung keluar. Di sisi lain, kata Darmin, masyarakat Indonesia akan menghadapi momentum bulan Ramadhan yang diprediksikan meningkatkan kebutuhan bawang putih.

"Namun, keterlambatan izin impor bawang putih tidak terlalu akan berpengaruh terhadap harga bawang lokal di pasaran," ujar Darmin.

Diketahui, polemik ini berawal dari kebijakan pemerintah mengeluarkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) sebanyak 100.000 ton kepada Perum Bulog dengan anggaran senilai Rp500 miliar.

Impor yang dilakukan Bulog istimewa karena Bulog tidak diwajibkan menanam bawang putih seperti yang diamanatkan Peratuan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38/Permentan/HR.060/11/2017 tahun 2017 tentang RIPH.

Mengacu pada Permentan tersebut, setiap importir bawang putih diwajibkan menanam bawang putih untuk menghasilkan produksi sebesar 5 persen dari volume permohanan RIPH.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5284 seconds (0.1#10.140)