Kasatgas Antimafia Bola Anggap Perlu Pembentukan Gakkumdu Sepak Bola

Kamis, 28 Maret 2019 - 23:09 WIB
Kasatgas Antimafia Bola Anggap Perlu Pembentukan Gakkumdu Sepak Bola
Kasatgas Antimafia Bola Brigjen Pol Hendro Pandowo (kedua dari kiri) saat memberikan materi di FGD. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - Ketua Satgas Antimafia Bola Brigjen Pol Hendro Pandowo mengusulkan pembentukan tim penegakkan hukum terpadu (Gakkumdu) yang fokus menangani masalah hukum di bidang olahraga, terutama sepak bola.

"Di pemilu, ada Gakkumdu yang menangani dan mengklasifikasikan setiap perbuatan masuk ranah disiplin atau tindak pidana. Ke depan, hal itu dirasa perlu untuk sepak bola," kata Hendro dalam Focus Group Discusion (FGD) bertema "Pembangunan Masa Depan Sepak Bola Indonesia Bersama Satgas Anti Mafia Bola" di Hotel El Royale, Jalan Merdeka, Kamis (28/3/2019).

Selain Gakkumdu, Hendro menilai dimungkinkan pula penindakan kasus-kasus terkait sepak bola dan olahraga dengan membentuk badan baru di tubuh Polri.

Sebab, dinamika kejahatan terus berkembang. "Apakah nanti ke depan perlu Direktur Tindak Pidana Olahraga, bisa jadi untuk memenuhi kebutuhan perkembangan masyarakat," ujar Hendro.

Hendro yang juga menjabat Karo Provos Mabes Polri ini menuturkan, Satgas Antimafia Bola dibentuk pada 21 Desember 2018 sebagai jawaban atas tekanan publik terhadap kasus pengaturan skor di Liga 2.

"Satgas ini ada masa kerjanya, selama enam bulan, nanti sampai Juni. Tapi saran dan masukan yang muncul dalam FGD ini akan kami tampung dan disampaikan ke Kapolri," tutur mantan Kapolrestabes Bandung ini.

Selain Hendro, hadir pula sebagai pembicara, Manajer Persib Bandung H Umuh Muchtar, Ketua Asprov PSSI Jabar Tommi Apriantono, pengamat sepak bola Tommy Wellyanto atau Towel, dan praktisi hukum Wenda S Aluwi.

FGD jga dihadiri oleh perwakilan klub Persatuan Sepakbola Galuh Ciamis (PSGC) Ciamis, Persika Karawang, dan Persiwa Wamena.

Sementara itu, Ketua Asprov PSSI Jabar Tommy Aprianto mengisahkan pengalamanya dengan mafia bola. Bahkan, dia ditawari uang terkait Liga III yang melibatkan klub-klub asal Jabar. Ponselnya berdering terus menerus.

"Ketika saya jadi Ketua Asprov Jabar, saat Liga 3 berjalan, dari 46 klub turun ke 16, kami punya kuota delapan tim untuk maju ke babak regional. Telepon saya berdering terus-terusan hingga dini hari," ujar Tommy.

Dia tak menjelaskan siapa yang menghubunginya itu. Namun, sang penelepon menawarkan sejumlah uang agar salah satu klub bisa lolos ke babak regional. Tommy mengaku menolak penawaran itu.

"Dia telpon saya, bilang 'ketua perlu (uang) berapa'. Saya jawab untuk apa, dia jawabnya supaya tim dia tidak diganggu. Saya tegas katakan, tanggung jawab saya bukan jaga tim anda, tapi bagaimana kompetisi ini berjalan dengan menjunjung tinggi sportivitas. Alhamdulillah, semua di Asprov Jabar komitmen untuk tidak tergiur," kata Tommi.

Selain tawaran uang, ujar dia, pengaturan skor dan praktik curang di sepak bola sangat kompleks. Pertama karena alasan perjudian.

"Kedua mafia bola berperan dalam skenario agar sebuah klub lolos dengan mudah ke jenjang lebih tinggi. Misalnya, klub Liga 3 lolos ke Liga 2 dan seterusnya," ujar Tommi.

Dia menambahkan, mafia bola yang membuat pengaturan skor dan praktik curang merupakan perbuatan tercela bahkan lebih jahat dari koruptor.

"Match fixing itu perbuatan menjijikan, hina. Bukan saja mengambil hak orang lain, tapi mencederai semangat sportivitas. Mereka tidak punya integritas," tutur dia.

Tommy berharap, Satgas Antimafia Bola tidak dibubarkan karena kerjanya sejak Desember 2018 sudah memenuhi ekpektasi publik. "Kita perlu mengapresiasi kinerja Satgas Antimafia Bola dan berharap satgas tetap ada," ujar dia.

Sementara itu, pengamat sepak bola Tommy Wellyanto atau Towel sangat mengapresiasi kinerja Satgas Antimafia Bola yang dalam waktu cepat mengungkap kasus match fixing di Liga 2 oleh oknum Exco PSSI. Bahkan Ketua Umum PSSI Joko Driyono jadi tersangka dalam kasus ini.

Namun, ujar Towel, pembersihan sepak bola Indonesia tak bisa hanya dibebankan kepada Satgas. Semua pihak yang berkepentingan terhadap sepak bola Tanah Air harus ikut terlibat. Terutama PSSI yang juga harus berkomitmen memberantas praktik-praktik kotor di persepabolaan.

"Satgas ini bertindak berdasarkan hukum positif. Artinya, Satgas melakukan tindakan ketika ada laporan dan bukti. Jika kita ingin membersihkan sepak bola dari praktik kotor, PSSI harus berkomitmen dan melakukan tindakan serupa. Berikan perlindungan kepada mereka yang berani mengungkap praktik kotor itu. Jika diistilahkan sebagai sebuah rumah, PSSI harus ikut membersihkan, jangan hanya bertumpu kepada Satgas," ujar Tommy.

Menurut Towel, praktik kotor match fixing telah menjadi rahasia umum di tubuh PSSI. Selain para pengurus, match fixing juga melibatkan wasit. "Mereka sendiri yang bilang. (Match fixing) bukan rahasia lagi. Karena sudah sering dilakukan, match fixing seperti hal biasa," tutur dia.

Sedangkan Manajer Persib H Umuh Muchtar mengungkapkan soal perlakuan tidak adil yang dialami Persib Bandung saat menjalani laga di Liga 1 2018.

"Akibat peristiwa yang terjadi di luar stadion, Persib disanksi cukup keras. Selain harus membayar denda, Persib juga tidak boleh main di kandang. Bahkan diusir ke luar Jawa dan tidak boleh dihadiri oleh bobotoh. Ini kan tidak adil," ungkap Umuh.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4185 seconds (0.1#10.140)