Bea Cukai Jabar Gagalkan Penyelundupan 54.947 Baby Lobster Senilai Rp11 M

Kamis, 28 Maret 2019 - 16:24 WIB
Bea Cukai Jabar Gagalkan Penyelundupan 54.947 Baby Lobster Senilai Rp11 M
Kepala Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat Saipullah Nasution memaparkan upaya penyelundupan baby lobster senilai Rp11 miliar, Kamis (28/3/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Sebanyak 54.947 ekor bibit lobster (baby lobster) jenis pasir dan mutiara senilai Rp11 miliar yang akan diselundupkan ke Singapura melalui Bandara Husein Sastranegara Bandung berhasil digagalkan.

Kepala Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat Saipullah Nasution mengatakan, upaya penyelundupan yang terjadi Jumat 22 Maret 2019 itu berhasil digagalkan setelah petugas mencurigai gerak-gerik pelaku berinisial AR saat memasuki bandara.

"Berdasarkan gestur dan body language, kita menduga yang bersangkutan membawa barang yang perlu diperiksa," ujar Saipullah dalam Konferensi Pers di Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jabar, Jalan Surapati, Kota Bandung, Kamis (28/3/2019).

Petugas akhirnya memeriksa pelaku, termasuk barang bawaannya hingga akhirnya ditemukan 54.947 baby lobster berusia 30 hari yang dibungkus ke dalam 33 kantong plastik dan ditempatkan dalam dua tas besar.

"Dari jumlah total, terdapat sekitar 100 ekor yang mati," sebutnya seraya mengatakan, puluhan ribu baby lobster yang masih hidup sudah dilepasliarkan ke perairan Muaragatah, Pangandaran, Sabtu 23 Maret 2019.

Saipullah melanjutkan, berdasarkan keterangan pelaku, puluhan ribu baby lobster tersebut rencananya diselundupkan ke Singapura menggunakan pesawat.

Meski begitu, kata Saipullah, pelaku AR mengaku hanya sebagai kurir dan berkilah tak mengetahui pihak pemesan baby lobster itu. Bahkan, pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu pun mengaku tidak tahu asal baby lobster tersebut. "Dia hanya menyebut (baby lobster) diperoleh di daerah Bandung. Kami sedang melakukan penyelidikan lebih dalam lagi," terangnya.

Tersangka dianggap melanggar Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 102 a karena dengan sengaja melakukan ekspor tanpa dokumen resmi dengan ancaman kurungan minimal satu tahun dan maksimal 10 tahun dan pidana denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp5 miliar, juncto Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.

Di tempat yang sama, Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendali Mutu Kementerian Kelautan dan Perikanan Dedy Arief mengatakan, setiap ekor bibit lobster yang berhasil diamankan tersebut berukuran 1,8-2,2 cm, harga di pasaran kini mencapai Rp200.000 per ekornya.

"Kami sangat berterima kasih atas penindakan ini. Apabila lolos, selain rugi materi, kita juga rugi karena ketersediaan sumber daya alam akan punah. Bangsa kita akan merugi karena nantinya tidak bisa menyediakan lobster," jelasnya.

Menurut dia, kawasan pantai selatan seperti Banten, Jabar, hingga Nusa Tenggara merupakan wilayah sasaran pelaku penyelundupan bibit lobster. Sebab, kata Dedy, kawasan tersebut merupakan habitat lobster.

Selain terus mengantisipasi upaya penyelundupan, pihaknya mengaku sudah melakukan penyelamatan lobster sejak 2015 seiring hadirnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016. "Kita selamatkan, lepasliarkan. Juga oleh kelompok nelayan masing-masing," katanya.

Selain itu, pihaknya juga terus melakukan edukasi kepada masyarakat, terutama nelayan agar tidak menangkap lobster yang masih berukuran kecil. "Minimal bobotnya 200 gram. Kalau kurang, nelayan sudah mengerti, jadi melepaskannya lagi," imbuhnya.

Berkat upaya tersebut, kini sudah semakin banyak nelayan yang memahami pemanfaatan lobster. Bahkan, berkat pemahamannya, nelayan di Gunung Kidul, Yogyakarta kini sudah bisa panen lobster mutiara yang harga per kilogramnya mencapai Rp2 juta. "Ini berkat peraturan menteri yang berpihak ke masyarakat, untuk kemaslahatan," tandasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.4785 seconds (0.1#10.140)