Syuting Film di Indonesia Ribet, di Luar Negeri Lebih Simpel

Kamis, 28 Maret 2019 - 09:30 WIB
Syuting Film di Indonesia Ribet, di Luar Negeri Lebih Simpel
Ketua BPI Chand Parwez memaparkan proses produksi film di Indonesia yang tak semudah dari dibayangkan. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Di tengah membaiknya industri perfilman nasional, Badan Perfilman Indonesia (BPI) mengeluhkan sulitnya memproduksi film di Indonesia, mulai dari rumitnya memproses izin hingga masih maraknya pungutan liar (pungli).
Ketua BPI Chand Parwez mengungkapkan, memproduksi film di Indonesia tak semudah yang dibayangkan. Kondisi itulah yang menjadi alasan para produser film di Indonesia memilih lokasi syuting di luar negeri.

"Jadi, syuting film di luar negeri itu bukan gaya-gayaan, tapi karena syuting di dalam negeri ribet, di luar negeri lebih simpel," ungkap Parwez dalam konferensi pers Film Art Exhibition dalam rangka Hari Film Nasional (HFN) ke-69 di Atrium 23, Pasir Kaliki Shoping Centre, Jalan Pasir Kaliki, Kota Bandung, Rabu (27/3/2019) petang.

Parwez yang juga produser film ternama Tanah Air itu memaparkan, untuk memproduksi sebuah film di lokasi tertentu di Indonesia, para insan film harus menempuh proses perizinan yang rumit ke berbagai instansi. Tidak hanya itu, setelah izin diperoleh, tak jarang mereka harus berhadapan dengan sejumlah pihak, termasuk preman yang menuntut 'jatah syuting'.

"Di kita, film itu masih dianggap sesuatu yang bisa dieksploitasi, padahal film itu bagian dari budaya, yang berdampak positif bagi masyarakat, sudut pandang ini yang harus diubah," katanya.

Parwez membandingkan proses produksi film di Tanah Air dan luar negeri. Menurut dia, syuting film di luar negeri lebih sederhana. Bahkan, kata Parwez, bukan hanya dimudahkan, tidak sedikit negara yang justru memberikan insentif kepada produser film yang memilih lokasi filmnya di negara bersangkutan.

"Mereka sadar, produksi film memberikan energi baru di wilayah ekonominya, termasuk berdampak positif terhadap sektor pariwisatanya," beber Parwez.

Parwez meyakini, rumitnya proses produksi film di Tanah Air tak lepas dari banyaknya lembaga yang menangani perfilman nasional. Agar kendala tersebut tertangani baik, Parwez menyarankan agar lembaga-lembaga tersebut duduk bersama dan membuat kesepakatan untuk mendukung pengembangan film nasional, salah satunya memberikan kemudahan dalam proses produksi film.

"BPI juga kini sedang menyusun rencana induk perfilman nasional yang salah satu tujuannya untuk membantu para insan film dalam memproduksi film," katanya.

Parwez menyadari, perlu waktu untuk mewujudkan harapannya itu. Namun, seiring dengan membaiknya industri film di Indonesia dan banyaknya pihak yang menyadari besarnya manfaat film, dia yakin harapannya tersebut dapat segera terwujud. "Apa yang saya ungkapkan hari ini juga menjadi bagian proses tersebut," tandasnya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat Dedi Taufik yang hadir mewakili Gubernur Jabar Ridwan Kamil di acara tersebut memahami keluhan yang disampaikan BPI. Dedi mengaku sepakat bahwa insan film harus diberikan berbagai kemudahan, termasuk kemudahan dalam memproduksi film di seluruh wilayah Tanah Air.

"Memang harus diberikan kemudahan, apalagi film berdampak positif bagi pariwisata, sebagai penyumbang devisa, PAD (pendapatan asli daerah), dan lainnya," ungkap Dedi.

Di Provinsi Jabar sendiri, pihaknya berkomitmen memberikan kemudahan-kemudahan tersebut. Terlebih, kata Dedi, Gubernur Jabar Ridwan Kamil sendiri mengusung konsep pentahelix dalam mewujudkan berbagai sektor pembangunan di Jabar.

"Lewat pendekatan pentahelix ini, kita berkolaborasi. Ada pemerintah, dunia usaha, akademisi, hingga media massa. Lewat sinergi ini, kita berikan ruang bagi para insan film, agar film nasional sukses, khususnya di Jabar," jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Dedi pun mempromosikan sejumlah wilayah di Jabar yang layak dijadikan lokasi syuting film. Bahkan, kata Dedi, dengan keindahan alam dan kekayaan kearifan lokalnya, seluruh wilayah di Jabar sangat berpotensi dijadikan lokasi syuting film-film berkualitas.

Film Art Exhibition 2019
Film Art Exhibition yang digelar BPI bekerja sama dengan Pusbang Film di Bandung merupakan salah satu rangkaian acara peringatan HFN ke-69 yang jatuh pada tanggal 30 Maret 2019 mendatang.

Bertemakan Film Indonesia Keren, penyelenggaraan Film Art Exhibition 2019 bertujuan untuk mendekatkan ekosistem film nasional kepada masyarakat luas melalui pameran kostum dan properti film.

"Ada 7 film yang kostum dan propertinya ditampilkan, yakni Film Dilan 1991, Warkop DKI Reborn, Pengabdi Setan, Soekarno, Sultan Agung, Video Pembuka Asian Games (Jokowi Motor Terbang), dan Satrya Dewa Gatot Kaca," sebut penggagas Film Art Exhibition 2019 Celerina Judisari.

Selain pameran kostum dan properti, kata Celerina, Film Art Exhibition 2019 juga menggelar workshop film bagi para pemula yang akan digelar 29 Maret 2019 hingga 31 Maret 2019 di tempat yang sama. Acara lainnya, yakni nonton bareng film Sultan Agung.

"Film Art Exhibition 2019 diharapkan menjadi jembatan baru bagi para pelaku film dan penonton. Film tidak hanya dinikmati melalui layar lebar, namun juga melalui pameran di tempat terbuka dan komersial," katanya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8871 seconds (0.1#10.140)