12 Tahun Jadi Daerah Otonom, Warga Miskin di KBB Masih 11,15%

Rabu, 27 Maret 2019 - 19:24 WIB
12 Tahun Jadi Daerah Otonom, Warga Miskin di KBB Masih 11,15%
Kantor Pemda KBB di Ngamprah terlihat megah dan menjadi ikon daerah. Meski telah 12 tahun menjadi daerah otonom, jumlah warga miskin KBB masih sangat tinggi, mencapai 11,15% dari total penduduk. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
BANDUNG BARAT - Meskipun Kabupaten Bandung Barat (KBB) telah 12 tahun menjadi daerah otonom, berpisah dari dari Kabupaten Bandung, namun jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi.

Hingga kini dari total penduduk 1.727.337 jiwa, Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) KBB mencatat jumlah warga miskin sebesar 11,15% atau sekitar 198.644 orang.

"Sampai sekarang berdasarkan data yang tercatat di kami dari total jumlah penduduk 1.727.337, warga miskin sebesar 11,15% atau sekitar 198.644," kata pelaksana tugas (plt) Kepala Bapelitbangda KBB Asep Wahyu FS kepada SINDOnews, Rabu (27/3/2019).

Asep mengemukakan, jumlah penduduk miskin itu tersebar di hampir semua kecamatan walaupun paling banyak terdapat di wilayah selatan KBB.

Kondisi itu menjadi pekerjaan rumah semua pihak agar bagaimana ekonomi masyarakat terus ditingkatkan sehingga berdampak kepada kesejahteraan. Secara keseluruhan jumlah warga miskin di KBB dari tahun ke tahun mengalami penurunan.

Pemda KBB menargetkan pada tahun 2023 mendatang angka penduduk miskin bisa ditekan hingga di bawah 10%. Hal ini sejalan dengan pembangunan infrastruktur yang terus digenjot di wilayah selatan.

Diharapkan tercipta keseimbangan pembangunan dan kesejahteraan antara wilayah utara dan selatan. Mengingat di wilayah perkotaan seperti Padalarang, Ngamprah, Batujajar, Parongpong, Cisarua, dan Lembang, kondisi ekonomi warganya sudah cukup mapan.

"Target kami di tahun 2023 angka kemiskinan ini bisa ditekan menjadi singgel digit. Apalagi saat ini Pemda KBB melalui Disnaker sedang menggenjot program SDC (Skill Development Center) yang diharapkan bisa mengakomodir angkatan kerja sehingga pengangguran semakin berkurang," tuturnya.

Kemiskinan memang menjadi masalah klasik di KBB sehingga tidak sedikit warga yang menjadi TKI untuk mengadu nasib ke luar negeri. Sebagian warganya yang sejahtera di KBB adalah kebanyakan kaum urban atau pendatang.

Seperti terlihat di Desa Mekarsari, Kecamatan Ngamprah, dimana rata-rata pendapatan per kapita warganya hanya sebesar Rp1,5 juta/bulan. Di sisi lain keluarga penerima manfaat (KPM) PKH dan BPNT jumlahnya mencapai 946 KK.

"Kebanyakan warga asli Mekarsari kebanyakan masih kurang sejahtera (miskin), sebaliknya para pendatang justru banyak yang mapan secara ekonomi," kata Kepala Desa Mekarsari, Krisno Hadi.

Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) KBB, Iing Solihin optimistis melalui program SDC bisa menyerap tenaga kerja hingga ribuan orang.

Saat ini saja Bapenas sudah bersedia menyiapkan alokasi sebanyak 3.000 lowongan kerja, meskipun keinginan dari Bupati Aa Umbara Sutisna bisa menyediakan hingga 10.000 lowongan pekerjaan.

"Kami yakin target itu bisa terwujud mengingat banyak industri atau perusahaan di KBB yang mensupport program SDC," kata Iing.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0876 seconds (0.1#10.140)