Suap Meikarta, Legislator Disebut Diguyur Ratusan Juta untuk Revisi RDTR
A
A
A
BANDUNG - Sidang kasus suap perizinan proyek Meikarta dengan agenda pemeriksaan saksi atas terdakwa para penerima suap di ruang sidang 1 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung pada Rabu (20/3/2019), digelar dari pagi hingga menjelang tengah malam.
Kelima terdakwa penerima suap antara lain, Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin, Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PMPTSP Pemkab Bekasi), Sahat Maju Banjarnahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), dan Neneng Rahmi Nurlaili (Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi).
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) I Wayan Riana dan Yadyn menghadirkan saksi mantan gubernur dan wagub Jabar Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar, mantan Dirjen Otda Soni Sumarsono, dan mantan Sekretaris Dinas PUPR Pemkab Bekasi Henry Lincoln.
Dalam persidangan Henry kembali menceritakan proses revisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi sebagai turunan dari Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi yang diterbitkan pada 2012.
Revisi Raperda RDTR, kata Henry, diusulkan Pemkab Bekasi ke DPRD oleh Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili.
"Ketika revisi Raperda RDTR masuk ke DPRD Bekasi, saya dan Bu Neneng Rahmi diundang pimpinan DPRD Bekasi ke kantor dan membahas raperda tersebut. Malam harinya, mereka meminta bertemu kembali di sebuah cafe," kata Henry.
Pada pertemuan malam hari itu, ujar dia, dibahas soal uang terkait pembahasan raperda itu. "Di sana mereka meminta uang sebesar Rp1 miliar untuk pembahasan raperda. Oleh Bu Neneng (Neneng Rahmi), disanggupi Rp800 juta. Penyerahan uang sendiri dilakukan empat kali antara April dan Mei 2017," ujar dia.
Selain meminta uang, tutur Henry, anggota DPRD Bekasi juga minta dibiayai untuk studi banding ke Batam dan Thailand pada Mei 2017. "Mei 2017, sebelum pengesahan Raperda RDTR, Ketua Pansus Raperda RDTR DPRD Bekasi meminta saya dan ibu Neneng untuk menemuinya. Saya tidak ingat tempat pertemuannya, tapi saat itu, ketua pansus meminta saya dan Ibu Neneng untuk membiayai studi banding pansus ke Batam dan Thailand," tutur Henry.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), disebutkan bahwa jalan-jalan anggota dewan itu berbiaya Rp200 juta. "Saya pernah meminta Ibu Neneng Rahmi untuk membayar biaya studi banding pansus ke Batam dan Thailand pada Mei 2017, tapi nilainya saya tidak ingat," ujar Henry.
Setelah Raperda RDTR disetujui, Pemkab Bekasi kemudian mengajukan raperda tersebut ke Pemprov Jabar untuk dimintakan persetujuan substantif dari Gubernur Jabar. Untuk memuluskan itu, Henry dan Neneng kemudian menemui Sekda Pemprov Jabar Iwa Karniwa difasilitasi seorang anggota DPRD J?abar dan Bekasi.
Pada intinya, pertemuan dengan Iwa agar raperda itu segera ditandatangani. Henry dan Neneng memberikan uang senilai Rp 1 miliar kurang untuk Iwa lewat anggota DPRD Jabar dan Bekasi. Fakta itu sudah diungkap di persidangan dengan terdakwa Billy Sindoro dan kawan-kawan.
Hanya saja, hingga saat ini, persetujuan subtantif atas raperda itu belum ditandatangani. Sekedar diketahui, Revisi Raperda RDTR itu juga mengakomodir kepentingan Meikarta dalam membangun proyek lanjutan pascaizin IPPT diberikan Bupati Bekasi pada 12 Mei seluas 84,6 hektare dari pengajuan awal 143 hektare. Total lahan yang akan digunakan seluas 438 hektare.
Sisanya sekitar 353 hektare, menurut Deddy Mizwar mantan Wagub Jabar saat bersaksi kemarin, sesuai aturan, diperuntukkan untuk kawasan industri. Hanya 84,6 hektare saja yang sesuai.
Kelima terdakwa penerima suap antara lain, Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin, Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PMPTSP Pemkab Bekasi), Sahat Maju Banjarnahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), dan Neneng Rahmi Nurlaili (Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi).
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) I Wayan Riana dan Yadyn menghadirkan saksi mantan gubernur dan wagub Jabar Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar, mantan Dirjen Otda Soni Sumarsono, dan mantan Sekretaris Dinas PUPR Pemkab Bekasi Henry Lincoln.
Dalam persidangan Henry kembali menceritakan proses revisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi sebagai turunan dari Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi yang diterbitkan pada 2012.
Revisi Raperda RDTR, kata Henry, diusulkan Pemkab Bekasi ke DPRD oleh Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili.
"Ketika revisi Raperda RDTR masuk ke DPRD Bekasi, saya dan Bu Neneng Rahmi diundang pimpinan DPRD Bekasi ke kantor dan membahas raperda tersebut. Malam harinya, mereka meminta bertemu kembali di sebuah cafe," kata Henry.
Pada pertemuan malam hari itu, ujar dia, dibahas soal uang terkait pembahasan raperda itu. "Di sana mereka meminta uang sebesar Rp1 miliar untuk pembahasan raperda. Oleh Bu Neneng (Neneng Rahmi), disanggupi Rp800 juta. Penyerahan uang sendiri dilakukan empat kali antara April dan Mei 2017," ujar dia.
Selain meminta uang, tutur Henry, anggota DPRD Bekasi juga minta dibiayai untuk studi banding ke Batam dan Thailand pada Mei 2017. "Mei 2017, sebelum pengesahan Raperda RDTR, Ketua Pansus Raperda RDTR DPRD Bekasi meminta saya dan ibu Neneng untuk menemuinya. Saya tidak ingat tempat pertemuannya, tapi saat itu, ketua pansus meminta saya dan Ibu Neneng untuk membiayai studi banding pansus ke Batam dan Thailand," tutur Henry.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), disebutkan bahwa jalan-jalan anggota dewan itu berbiaya Rp200 juta. "Saya pernah meminta Ibu Neneng Rahmi untuk membayar biaya studi banding pansus ke Batam dan Thailand pada Mei 2017, tapi nilainya saya tidak ingat," ujar Henry.
Setelah Raperda RDTR disetujui, Pemkab Bekasi kemudian mengajukan raperda tersebut ke Pemprov Jabar untuk dimintakan persetujuan substantif dari Gubernur Jabar. Untuk memuluskan itu, Henry dan Neneng kemudian menemui Sekda Pemprov Jabar Iwa Karniwa difasilitasi seorang anggota DPRD J?abar dan Bekasi.
Pada intinya, pertemuan dengan Iwa agar raperda itu segera ditandatangani. Henry dan Neneng memberikan uang senilai Rp 1 miliar kurang untuk Iwa lewat anggota DPRD Jabar dan Bekasi. Fakta itu sudah diungkap di persidangan dengan terdakwa Billy Sindoro dan kawan-kawan.
Hanya saja, hingga saat ini, persetujuan subtantif atas raperda itu belum ditandatangani. Sekedar diketahui, Revisi Raperda RDTR itu juga mengakomodir kepentingan Meikarta dalam membangun proyek lanjutan pascaizin IPPT diberikan Bupati Bekasi pada 12 Mei seluas 84,6 hektare dari pengajuan awal 143 hektare. Total lahan yang akan digunakan seluas 438 hektare.
Sisanya sekitar 353 hektare, menurut Deddy Mizwar mantan Wagub Jabar saat bersaksi kemarin, sesuai aturan, diperuntukkan untuk kawasan industri. Hanya 84,6 hektare saja yang sesuai.
(awd)