Rizal Ramli: Civil Society Penentu Kemenangan Dua Capres

Rabu, 13 Maret 2019 - 00:03 WIB
Rizal Ramli: Civil Society Penentu Kemenangan Dua Capres
Ekonom dan politisi Rizal Ramli. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Ekonom dan politisi Rizal Ramli menyebut, civil society (kelompok masyarakat sipil) sebagai penentu kemenangan antara pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf) dan Prabowo Subianto (Prabowo-Sandi) di ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, 17 April mendatang.

"Prabowo sekarang udah deket dengan Jokowi, kurang dari satu digit. Yang menentukan (kemenangan) swing voters. Swing voters itu mayoritas civil society. Kalau mereka menentukan sikap, mereka lah penentu kemenangan," kata Rizal seusai menjadi pembicara dalam Dialog Kebangsaan Peran Civil Society dalam Pemilihan Presiden 2019 di kawasan Jalan Hasanudin, Kota Bandung, Selasa (11/3/2019).

Rizal menilai, civil society kini tengah dilanda keraguan terhadap capres petahana Jokowi. Pasalnya,menurut dia, di periode pertama pemerintahannya, Jokowi gagal mengelola perekonomian negeri ini.

Dia juga menganggap kebijakan Jokowi gagal di bidang ekonomi, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia mandek di angka 5 persen. "Hari ini civil society gak suka sama kebijakan ekonomi Jokowi karena ekonomi mandek di angka 5 persen," ujar dia

Menurut Rizal, kondisi tersebut mengakibatkan risiko ekonomi makro Indonesia semakin tinggi. Bahkan, defisit neraca perdagangan, tutur dia, saat ini paling besar selama 10 tahun terakhir dan defisit transaksi berjalan paling tinggi selama 4,5 tahun terakhir.

"Bisanya minjem uang ke luar negeri supaya dolar masuk, supaya cadangan devisa naik, rupiah menguat. Istilahnya front loading, pinjaman jangka panjang yang ditarik ke depan. Ini solusi temporer yang bahaya untuk presiden yang akan datang," tutur Rizal.

Dia juga menilai pemerintahan Jokowi juga gagal meningkatkan daya beli rakyat akibat kenaikan harga bahan pokok. Ironisnya, kata Rizal, Jokowi tidak menunjukkan tanda-tanda mampu mengubah kondisi perekonomian Indonesia dalam lima tahun ke depan menjadi lebih baik.

"Jokowi juga tidak mengakui kesalahan dan kegagalan yang terjadi serta tidak menawarkan solusi untuk memperbaiki kondisi tersebut," kata mantan menteri bidang kemaritiman di era awal pemerintahan Jokowi itu.

Di sisi lain, lanjut Rizal, kalangan civil society juga dilanda kekhawatiran terhadap Prabowo jika kelak menggantikan Jokowi memimpin Indonesia. Mereka khawatir Prabowo memimpin Indonesia secara otoriter hingga memberangus demokrasi.

"Mereka dalam tanda kutip masih takut-takut sama Prabowo. Jangan-jangan otoriter, jangan-jangan tidak demokratis," ujarnya.

Berkaca dari kekhawatiran tersebut, Rizal pun menantang kedua capres untuk merevisi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Rizal menegaskan, revisi UU ITE penting dilakukan karena berbahaya terhadap demokrasi.

Rizal mengatakan, UU ITE itu lebih sadis dari produk hukum serupa buatan Pemerintah Kolonial Belanda yang berlaku di era pemerintahan Presiden Soeharto. Produk hukum itu pulalah yang menjebloskannya ke penjara akibat tuduhan menghina penguasa.

"Tiba-tiba kini diselundupkan UU ITE, lebih sadis dari UU Belanda itu. Kalau kamu dituduh melakukan hoax atau menghina seseorang, itu langsung ditangkap, tanpa proses pengadilan, pengadilan belakangan," katanya.

Rizal mengaku, setuju jika UU ITE diterapkan untuk kejahatan keuangan, terorisme, seksual online, hingga kejahatan elektronik. Namun, sama sekali tidak setuju jika UU ITE dipakai untuk memberangus demokrasi.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2022 seconds (0.1#10.140)