Dahulu, Ayam Bakakak Hanya Bisa Disantap saat Momen Tertentu

Sabtu, 09 Maret 2019 - 09:09 WIB
Dahulu, Ayam Bakakak Hanya Bisa Disantap saat Momen Tertentu
Mak Elim sibuk memanggang ayam bakakak yang menjadi pesanan pelanggannya. Dengan mempertahankan cita rasa dan pengolahan secara tradisional, kedainya menjadi salah satu yang paling diburu pencinta kuliner. Foto/SINDOnews/Asep Supiandi
A A A
PURWAKARTA - Salah satu makanan khas dan istimewa di Tanah Pasundan adalah ayam bakakak. Mengapa istimewa? Dahulu, makanan itu hanya bisa disaksikan dan disantap pada momen tertentu, seperti hajatan atau selametan sebagai bentuk syukur kepada Yang Maha Kuasa.

Tapi, kini ayam bakakak bisa ditemukan dengan mudah dan dapat disantap kapan dan di mana saja di Kabupaten Purwakarta atau daerah lainnya. Waktunya pun tidak hanya ketika ada acara khitanan, pernikahan, maupun hajat lembur.

Prinsipnya, ayam bakakak sama dengan olahan ayam bakar lainnya. Pengistilahan bakakak sebenarnya bukanlah nama spesies ayam yang digunakan. Lalu, kenapa makanan ini dinamakan ayam bakakak? Hal itu disebabkan pada masa lalu, masyarakat sering menyajikan ayam ini secara utuh tanpa dipotong-potong terlebih dahulu.

Dahulu, ayam bakakak ditaruh di atas piring yang berukuran besar dengan posisinya yang telentang, kemudian dihiasi dengan hiasan menarik.

Berbeda dengan sate maranggi yang sudah go international, sehingga banyak varian bumbu sebagai pilihan selera, gerai-gerai ayam bakakak di Purwakarta masih tetap mempertahankan bumbu asli bakakak. Dalam sajiannya seolah ingin menonjolkan cita rasa natural dengan sedikit asin.

Menyantap ayam bakakak bersama nasi timbel tentu memberikan sensasi tersendiri, apalagi di saat perut sedang keroncongan. Suap demi suap akan terus menyibukkan gigi dan tenggorokan untuk mengunyah dan menelan makanan itu. Ayam bakakak dengan bumbu sederhana seperti kunyit dan ketumbar mampu menggugah selera makan. Apalagi, sambal hijau yang khas menjadi pelengkap dari ayam bakakak yang kita santap. Sambal yang tidak terlalu pedas ini menjadi pembeda dengan ayam bakakak dari wilayah lain di Jawa Barat.

Dari sekian banyak penjual ayam bakakak di Purwakarta, tersebutlah nama Mak Elim (75), yang berjualan di jalur Plered-Cirata. Dia terbilang senior dalam usaha kuliner ayam bakakak. Perempuan renta ini sudah 30 tahun menggeluti usahanya itu. Dia termasuk konsisten dengan cara pengolahan ayam bakaknya.

Dengan keuletan serta mempertahankan cara memasak yang masih menggunakan cara tradisional, dia mampu mempertahankan pelanggan setianya yang setiap akhir pekan pasti datang ke kedainya. "Pelanggan tak akan lari ke mana. Asalkan bakakak disajikan dengan cita rasa yang terjaga," ucap dia meyakinkan.

Dia menyebutkan, dalam sehari mampu menjual antara 50-100 potong ayam kampung yang sudah dibakar. Bahkan, jika akhir pekan dagangannya bisa lebih banyak lagi terjual. Satu ekor ayam kampung yang sudah dibakar ini terbilang sangat murah, yakni dari mulai Rp30.000/ekor sampai Rp70.000/ekor.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.4799 seconds (0.1#10.140)