Mengunjungi Masjid Merah Panjunan, Saksi Dakwah Sunan Gunung Jati

Senin, 23 Juli 2018 - 06:00 WIB
Mengunjungi Masjid Merah Panjunan, Saksi Dakwah Sunan Gunung Jati
Masjid Merah Panjunan, Kota Cirebon. Foto/MNC Media/Toiskandar
A A A
Cirebon, Jawa Barat, yang berlokasi di pesisir pantai utara menjadi salah satu pilar penyebaran Islam di Tanah Jawa dengan hadirnya Syekh Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Peninggalan dari penyebaran agama Islam itu antara lain Masjid Merah Panjunan, yang terletak di pusat Kota Cirebon.

Masjid Merah Panjunan yang berdiri 1480 M itu dibangun oleh Syekh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan. Dia adalah keturunan Arab yang memimpin sekelompok imigran dari Baghdad. Dia kemudian menjadi murid Sunan Gunung Jati.

Masjid merah yang dahulu bernama Musala Al-Athya ini terletak di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jabar ini masih terawat dengan sangat baik. Bangunan masjid yang identik dengan warna merah ini masih sangat asli sesuai dengan kondisi awal dibangun.

Karena pagarnya yang terbuat dari bata merah menjadikan masjid ini lebih terkenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan. Tembok keliling bata merah setinggi 1,5 meter dan ketebalan 40 cm dibangun oleh Panembahan Ratu, cicit Sunan Gunung Jati.

Sementara, kayu-kayu jenis trembesi yang menjadi penopang masjid masih sangat kokoh berdiri dengan genteng kayu khas tempo dulu.

Masjid dengan luas 150 meter persegi ini dahulu digunakan sebagai tempat syiar Islam yang dilakukan Sunan Gunung Jati bersama pengikut setianya. Uniknya, masjid yang juga dikenal sebagai tempat pengesahan Walisongo ini memiliki puluhan mangkuk atau piring bercorak menarik yang menempel pada dinding-dinding ruangan masjid. Ini merupakan pengaruh budaya China dan Eropa.

Menurut Nasiruddin, pengelola Masjid Panjunan, masjid yang memiliki dua ruangan ini hingga sekarang digunakan sebagai tempat ibadah. Masjid ini hanya digunakan salat sehari-hari. Satu dari dua ruangan hanya dibuka atau digunakan satu kali yakni pada saat peringatan Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha.

Meski masjid ini terletak di permukiman keturunan Arab, pengaruh budaya Arab terlihat sedikit. Konon, hal ini dilakukan sebagai bentuk pendekatan kultural yang digunakan dalam penyebaran agama Islam. Hingga kini, Masjid Panjunan masuk dalam cagar budaya yang dilindungi dan terus dirawat keasliannya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6377 seconds (0.1#10.140)