Kualitas Pelayanan Pemda Ciamis dan Majalengka Masuk Zona Hijau

Rabu, 20 Februari 2019 - 21:40 WIB
Kualitas Pelayanan Pemda Ciamis dan Majalengka Masuk Zona Hijau
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jabar Haneda Sri Lastoto. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Ciamis dan Majalengka meraih predikat zona hijau berdasarkan hasil survei kualitas pelayanan yang dilakukan Ombudsman terhadap 10 pemda di Provinsi Jawa Barat pada 2018 lalu.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jabar Haneda Sri Lastoto mengatakan, dari 10 pemda yang disurvei, hanyaPemkab Ciamis dan Majalengka yang masuk dalam kategori hijau.Sementara 8 pemda lainnya masih berpredikat zona kuning dan merah.

"Jadi, kita melakukan survei di 10 pemda pada 2018 kemarin, dua di antaranya mendapatkan zona hijau, yakni Pemda Ciamis dan Majalengka,"kata Haneda di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (20/2/2019).

Haneda mengemukakan,pada 2019 ini, pihaknya akan kembali melakukan survei kualitas pelayanan untuk 8 pemda yang belum meraih predikat zona hijau tersebut. Selain itu, survei juga dilakukan terhadap 4 pemda lainnya yang dijadikan sample. Sehingga, total ada 12 pemda yang akan disurvei Ombudsman tahun ini.

"Survei untuk memastikan apakah di 12 pemda ini juga memenuhi standar kompenen di Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik atau tidak," ujar dia.

Haneda menuturkan, karena keterbatasan, pihaknya melakukan survei secara bertahap terhadap seluruh pemda di Jabar yang jumlahnya mencapai 27 pemda. Pada 2018 lalu, pihaknya hanya melakukan survei terhadap 10 pemda, sedangkan pada 2019 ini jumlah pemda yang disurvei sebanyak 12 pemda.

"Sebelumnya, hanya lima pemda. Jadi memang ada keterbatasan di Ombudsman.Pemprov Jabar sendiri telah meraih predikat zona hijau sejak 2017 lalu," tutur Haneda.

Haneda mengungkapkan, survei kualitas pelayanan dilakukan untuk memastikan apakah pemda telah memenuhi standar pelayanan publik atau tidak dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

"Nah, harapannya kan sebenarnya di kementerian melakukan hal yang sama. Walaupun desain dan surveinya berbeda, tapi kalau diperhatikan kompenennya hampir sama, di 14 standar pelayanan," ungkap dia.

Selain itu, survei dilakukan sebagai upaya pencegahan praktik-praktik yang dapat merugikan masyarakat. "Substansinya mengenai dasar hukum. Orang ketika mengrus perizinan, kalau di dasar hukumnya tidak ada biaya, maka jadikan itu sebagai standar. Yang paling sering itu kan pemohon mengeluarkan banyak biaya," kata Haneda.

Disinggung soal keluhan pelayanan publik yang kerap dilaporkan masyarakat, Haneda menyebutkan beragam. Meski begitu, pelaporan didominasi penundaan pelayanan publik yang berlarut. "Macam-macam sih, hampir semua aspek pelayanan publik. Nah yang paling tinggi yaitu di penundaan berlarut. Artinya, tidak segera dilayani oleh dinas terkait," ujar dia.

Pelaporan lainnya, yakni tentang penyalahgunaan wewenang, kompetensi, permintaan uang, barang, dan jasa hingga keluhan terkait mal administrasi."Sesuatu yang administratif, tapi kalau ini tidak diselesaikan dampaknya pungutan-pungutan liar itu, ini bisa jadi penghalang untuk aparatur sipil negara sebagai pemberi layanan," tandasdia.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9583 seconds (0.1#10.140)