Kasus Suap Meikarta, Terdakwa Billy-Fitradjaja Dikonfrontir

Kamis, 14 Februari 2019 - 07:42 WIB
Kasus Suap Meikarta, Terdakwa Billy-Fitradjaja Dikonfrontir
Terdakwa Billy Sindoro, Fitradjaja, Taryudi, dan Henry Jasmen saat sidang di Pengadilan Tipikor. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - Sidang kasus suap perizinan Meikarta memasuki babak baru. Majelis hakim mengkonfrontir kesaksian para terdakwa, Billy Sindoro, Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen, dan Taryudi.

Di persidangan yang berlangsung di ruang 2 Wirjono Prodjodikoro, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, terdakwa Billy Sindoro membantah merekrut Fitradjaja Purnama untuk mengurus izin proyek Meikarta di Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar.

Billy mengaku, bukan dirinya yang meminta, melainkan Fitra yang datang dan menawarkan jasanya untuk memperlancar pengurusan izin tersebut.

"Menurut saya, penting ditanggapi. Saya seakan-akan meminta dan atas inisiatif saya (merekrut Fitrdjaja dan Henry) membantu perizinan Meikarta. Saya ingin menyatakan, Fitra dan Henry urus izin, bukan (inisiatif) dari saya. Mereka (Fitra dan Henry) datang ke saya," kata Billy.

Mendapat jawaban itu, hakim lantas mengkonfrontasi keterangan Billy kepada Fitradjadja. "(Inisiatif) dari Henry. Saya dihubungi Henry ketemu Pak Billy," ujar Fitradjadja.

Meski begitu, Billy keukeuh bahwa dia tak pernah meminta jasa Fitra dan Henry untuk mengurus perizinan. Billy pun mengaku tak tahu yang dilakukan Fitra dan Henry bertemu dan memberikan suap kepada sejumlah pejabat di Pemkab Bekasi.

"Yang jelas inisiatif bukan dari saya, tetapi mereka berdua. Kenyatannya dalam sidang, orang-orang yang dihadirkan di sidang tidak kenal saya. Saya juga tidak kenal mereka," tandas Billy.

Namun Billy mengakui mengenal Fitra sebagai teman dan kerap mendapatkan laporan terkait progres perizinan Meikarta. Meski begitu, Billy selalu mengingatkan agar Fitra berhati-hati dan mengurus izin melalui jalur resmi.

"Saya katakan kalau biaya itu legal, resmi, wajar kemudian ada tanda terima ya tagih saja ke Meikarta. Saya yakin Meikarta tanggung jawab. Saya ingatkan mereka urusan sama aparat jangan kasih uang bisa kena OTT," tandas Billy.

Sementara itu, selain mengungkap tentang hubungan antara Fitradjaja dengan Billy SIndoro, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengorek tentang kronologi suap yang digelontorkan pihak pengembang ke beberapa pejabat di Pemkab Bekasi, termasuk Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin.

Jaksa Yadyn menanyakan soal rapat di Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang saat itu dipimpin oleh wakil Gubernur Deddy Mizwar.

Fitra mengatakan, rapat BKPRD menindaklanjuti rapat di Ditjen Otonomi Daerah (Otda) yang membahas detail teknis dan hal-hal yang harus dilengkapi Lippo. "Jadi Lippo diharuskan melengkapi dokumen (perizinan Meikarta)," kata Fitradjadja.

JPU Yadyn kemudian mencecar soal pemberian uang kepada Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Pemprov Jabar Yani Firman sebesar Rp950 juta.

Fitradjadja menyatakan, pemberian uang bukan saat rapat BKPRD berlangsung melainkan setelah terbit Rekomendasi Dengan Catatan (RDC). "Hasil rapat BKPR, Lippo diminta melengkapi Amdal, Amdal lalin, daya dukung, dan daya tampung pengolahan sampah. Poin-poin itu sudah dilengkapi semua tapi kok tidak kunjung keluar RDC," ungkap Fitra.

Kemudian, Fitra meminta Taryudi mengecek progres dari hasil rapat BKPR tersebut. Taryudi lalu memberi info bahwa berkas ada di Yani Firman. "Terus Yudi bilang Yani minta ketemu saya. Lalu saya ketemu Yani dengan Henry (Jasmen). Pak Yani bilang perlu untuk temen-temen staf yang urus," kata Fitradjadja.

Jaksa kembali bertanya, "Berapa akhirnya (jumlah uang) diberikan (kepada Yani Firman)?".

Fitra mengaku memberi uang dalam mata uang dollar Singapura. "Saya tidak tahu nilainya berapa, tapi kurang lebih Rp1 M (miliar)," kata Fitradjadja. Dalam dakwaan, Yani Firman disebut menerima uang SGD90.000 pada Januari 2018 dari Fitradjadja.

Selain ke pejabat Pemprov Jabar, Fitradjadja juga mengaku menyuap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Daryanto. Pemberian uang itu setelah Dinas LH menerbitkan Surat Keputusan Keterangan Lingkungan Hidup (SKKLH).

Menurut Fitra, Kadis LH Daryanto mengajak bertemu. Dalam pertemuan itu Daryanto minta untuk ada perhatian dari pengembang. Dalam dakwaan, Daryanto menerima Rp500 juta dalam tiga tahap, Rp200 juta, Rp150 juta, dan Rp150 juta. Kemudian, Daryanto memberikan Rp200 juta ke Bupati Neneng.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1650 seconds (0.1#10.140)