Unjuk Rasa Penyandang Disabilitas Sambut Kunker Mensos Agus Gumiwang

Rabu, 13 Februari 2019 - 23:47 WIB
Unjuk Rasa Penyandang Disabilitas Sambut Kunker Mensos Agus Gumiwang
Para penyandang disabilitas menggelar aksi unjuk rasa di sela kunjungan kerja Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita di PSBN Wyata Guna Bandung, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (13/2/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Kunjungan kerja Menteri Sosial (Mensos) Agus Gumiwang Kartasasmita ke Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung di Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (13/2/2019) diwarnai unjuk rasa yang digelar puluhan warga disabilitas yang tergabung dalam Forum Akademisi Luar Biasa (Formal).

Formal mendesak Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 18 Tahun 2018 karena dinilai bisa mengurangi, bahkan menghilangkan kewajiban negara untuk memelihara penyandang disabilitas. Salah satu imbas Permensos tersebut, yakni pergantian nomenklatur panti menjadi balai.

Mereka khawatir tidak bisa mendapatkan layanan pendidikan lagi, seperti yang mereka peroleh di lembaga pendidikan Wyata Guna. Selain itu, mereka takut akan banyak penyandang disabilitas yang dipulangkan, padahal belum memiliki bekal keterampilan yang cukup.

Menurut dia, Permensos itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menyebut bahwa setiap orang tidak boleh menghalangi dan melarang penyandang disabilitas mendapat hak pendidikannya.

Koordinator Aksi Karisma Nurhakim mengungkapkan, dalam Permensos tersebut, jumlah penyandang disabilitas yang berhak mendapat fasilitas di PSBN Wyata Guna berkurang drastis dari sekitar 250 orang menjadi 50-60 orang dengan batas waktu tinggal selama 6 bulan.

Adapun hal-hal yang menjadi fokus keresahan berkenaan dengan peralihan nomenklatur dari PSBN menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN), sehingga mengakibatkan berkurangnya pelayanan yang diberikan oleh Wyata Guna kepada para klien, baik secara kualitas maupun kuantitas.

"Cabut Permensos 18 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Dirjen Rehabilitasi Sosial," tegasnya.

Tuntutan lain dalam melindungi hak-hak disabilitas sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, yakni pemerintah harus segera melaksanakan kewajiban dengan membentuk Komisi Disabilitas Nasional. Terlebih, saat ini, banyak kasus terkait kemanusiaan dan mal-administrasi terhadap warga disabilitas.

"Setelah dua tahun undang-undang ini disahkan, seharusnya pemerintah membentuk Komisi Disabilitas Nasional," katanya.

Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita pun menanggapi tuntutan warga disabilitas tersebut. Menurut dia, batasan waktu tinggal dan kuota penerima layanan tersebut bertujuan untuk mengakomodasi warga disabilitas lainnya mendapatkan layanan serupa.

Pasalnya, kata Agus, masih banyak warga disabilitas yang antre untuk mendapatkan layanan tersebut. Menurutnya, pemerintah menyadari saat ada sebuah hak, maka ada pula kewajiban, walaupun ada kebijakan afirmatif.

"Mereka lupa bahwa banyak sekali yang antre. Waiting list yang ingin masuk sebagai penerima manfaat. Dalam data kami ada yang sudah (antre) 8 tahun bahkan 17 tahun sebagai siswa. (Penyandang disabilitas) yang lain juga punya hak mendapatkan pelayanan," terangnya.

"Sementara kemampuan kita segini belum ada anggaran meningkatkan bangunan fisik, guru dan sebagainya," lanjut Agus.

Sedangkan batasan waktu tinggal selama enam bulan yang diberikan kepada setiap warga disabilitas karena layanan yang diberikan Kemensos bersifat lanjutan. Asumsinya, pelayanan dasar sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah sejak peraturan tentang otonomi daerah diterapkan.

"Aturan yang saya terbitkan asumsinya layanan dasar di pemerintah daerahnya jalan. Sehingga tugas kami hanya memberikan layanan lanjutan. Itu enam bulan cukup," jelasnya.

Di lain sisi, pihaknya pun tidak memiliki kewenangan memberikan sanksi ataupun intervensi kepada pemerintah daerah yang cacat memberikan layanan dasar. Hal yang bisa diupayakan adalah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengingatkan pemerintah daerah agar memaksimalkan pemenuhan layanan dasar bagi warga penyandang disabilitas.

Agus pun menyayangkan masih adanya panti-panti yang berubah fungsi, terutama di luar pulau Jawa. Karena, sejak Undang-undang Otonomi Daerah berlaku pada 2014 lalu, pengelolaan panti sudah diserahkan kepada pemerintah daerah.

"Ada panti yang seharusnya memberikan layanan dasar disabilitas malah berubah fungsi menjadi kantor dinas di wilayah pemerintah daerahnya. Ada juga yang berubah fungsi menjadi gedung olahraga (GOR), kantor pemerintah, bahkan jadi rumah sakit," beber Agus.

Agus menjelaskan, Kemensos sudah menyerahkan 120 panti sosial yang awalnya dikelola Kemensos kepada pemerintah daerah. Namun, karena banyak ditemukan panti yang berubah fungsi, maka pelayanan bagi warga disabilitas menjadi terganggu.

"Layanan dasar disabilitas harusnya dikelola oleh pemerintah daerah dan tugas Kemensos adalah untuk memberikan layanan lanjutannya," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya akan mengubah struktur dan nomenklatur 39 panti sosial yang dikelola oleh pemerintah daerah menjadi balai dalam waktu dekat ini. Sehingga, pengelolaannya bisa dilakukan oleh Kemensos.

Agus mengakui, saat ini, belum semua warga disabilitas memahami aturan baru tersebut. Sehingga, ada semacam salah kaparah karena mereka tak memahami aturan perundang-undangannya.

"Permensos justru untuk mem-protect disabilitas. Saya sudah tandatangani itu. Tapi kami sadar tetep ada gap. Kan kalau balai yang kami kelola sifatnya layanan lanjutan. Harusnya ada ada layanan dasarnya dulu," paparnya.

Terkait keberadaan Komisi Nasional Disabilitas, pihaknya bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN-RB) tengah membahas rencana pendirian komisi tersebut.

"Komisi Nasional Disabilitas masih dibahas. Diputuskan yang menjadi leader-nya Kementerian PAN-RB karena ini yang dibuat struktur komisi nasional," pungkasnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.8458 seconds (0.1#10.140)