TB Hasanudin: Jabar Bukan Lagi Lumbung Suara Prabowo

Senin, 11 Februari 2019 - 19:37 WIB
TB Hasanudin: Jabar Bukan Lagi Lumbung Suara Prabowo
Ketua DPD PDIP Jabar Tubagus Hasanuddin (tengah) saat Rakor Pemenangan Pileg dan Pilpres 2019 Kota dan Kabupaten Tasikmalaya di Metro Hotel, Jalan KH Zainal Mustofa, Senin (11/2/2019). Foto/SINDOnews/Jani Noor
A A A
TASIKMALAYA - Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Mayjend TNI (Purn), Tubagus (TB) Hasanuddin menegaskan bahwa Jabar tak lagi menjadi lumbung suara Prabowo seperti pada Pemilu 2014.

Jawa Barat, kata Hasanudin, sudah dikuasi Jokowi-Ma'ruf dengan unggul 4,8% dari Prabowo-Sandi. "Sekarang kami unggul 4,8%. Itu survei terbaru kami di Jabar," kata Hasanudin saat Rakor Pemenangan Pileg dan Pilpres 2019 Kota dan Kabupaten Tasikmalaya di Metro Hotel, Jalan KH Zainal Mustofa, Senin (11/2/2019).

Menurut Hasanudin, secara kepartaian pun PDI Perjuangan tetap tertinggi dibanding Golkar dan Gerindra. PDI Perjuangan akan menambah lima sampai enam kursi untuk DPRD Provinsi Jabar.

Pada Pileg 2014, PDI Perjuangan di DPRD Provinsi Jawa Barat meraih 20 kursi. "Target kami 27%. Jika 120 kursi sekira 32 kursian," ujar dia.

Meski demikian Hasanudin tak menganggap remeh lawan karena sifat masyarakat Jawa Barat selalu cair dari pemilu satu ke pemilu lainnya.

"Contoh Deddy Mizwar. Meski saat Pilgub 2018 kemarin diusung Partai Demokrat dan Demokrat dikubu Prabowo tapi untuk Pilpres 2019 di Jokowi," tutur Hasanudin.

Dia mengungkapkan, pihaknya memprioritaskan wilayah Bogor, Bekasi, Pantura, Cirebon, Sumedang, Majalengka, Subang, Pangandaran, Kuningan, Tasikmalaya, dan Ciamis sebagai lumbung suara Jokowi-Ma'ruf yang merupakan basis massa PDI Perjuangan.

Disinggung tentang isu nasionalis agama dan komunis (Nasakom) yang dimunculkan menjelang hari pemilihan, Hasanudin menyatakan, hakikat ancaman yang dipegang teguh dan diajarkan di semua pendidikan TNI ada dua.

Pertama, ungkap Hasanudin, ekstrem kiri yaitu komunis dan kedua ekstrim kanan yang ingin mengganti Pancasila dengan dasar agama tertentu. Ekstrem kiri, sudah dihajar TNI sejak 1948 dan 1965. Kemudian kasus Talangsari, Tanjungpriuk, dan DII/TII dihajar juga.

"Nah sekarang masih munculnya juga ekstrem kanan yang harusnya dihajar juga oleh TNI. Jangan masuk ke ranah-ranah lain dengan isu ini, itu," ungkap dia.

Hasanudin mengemukakan, Soekarno yang diisukan terlibat pemberontakan PKI, sama sekali tidak benar. Sebab, jika diasumsikan memberontak terhadap negara, yang menjadi Presiden kala itu adalah Bung Karno.

"Jadi masa Bung Karno memberontak diri sendiri. Ah itu mah black campaign untuk kepentingan politik saja," tandas Hasanudin.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.6752 seconds (0.1#10.140)