Generasi Milenial Jangan Terjebak Konflik SARA

Kamis, 07 Februari 2019 - 22:44 WIB
Generasi Milenial Jangan Terjebak Konflik SARA
Diskusi bertema Peran Ideologi dan Politik dalam Mewujudkan Pemilu Damai, Kamis (7/2/2019). Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
CIMAHI - Maraknya isu Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) menjelang Pilpres 2019 dikhawatirkan menyebabkan bangsa ini terpecah belah.

Oleh karena itu generasi milenial yang populasi dan jumlah suaranya sangat banyak diharapkan tidak terjebak dalam konflik SARA yang menyebabkan permusuhan tanpa ujung itu.

"Perbedaan pilihan calon presiden pada Pilpres 2019 jangan menjadi pertarungan antarpendukung. Generasi milenial juga harus cerdas memilah agar tidak terjerumus dalam konflik SARA karena itu budaya yang tidak bagus," kata Pengamat politik UIN Sunan Gunung Djati Engkos Kosasih di sela diskusi 'Peran Ideologi dan Politik dalam Mewujudkan Pemilu Damai' yang diinisiasi HMI Komisariat Achmad Yani, di Kota Cimahi, Kamis (7/2/2019).

Dia menilai, isu SARA sengaja dimunculkan sebagai mainan pihak-pihak yang belum matang secara pengetahuan politiknya. Jika kapabilitas calon bagus, program yang dijanjikan sangat merakyat dan menarik, kenapa harus menjual isu hoax dan SARA.

"Sebab bisa jadi itu mencerminkan sikap putus asa dan tidak percaya diri, sehingga pada akhirnya berusaha menghalalkan segala cara untuk menang," ujar dia.

Para pendukung pasangan capres dan cawapres, tutur Engkos, tidak perlu bertentangan hingga berdarah-darah hanya karena berbeda pilihan. Siklus demokrasi ini sudah rutin berjalan setiap lima tahun, jadi seharusnya bisa dikawal tanpa mendahulukan perbedaan ideologi.

Engkos menuturkan, generasi milenial yang banyak masuk dalam kategori swing voters, juga harus mendahulukan azas sosial, pertemanan, dan hubungan antara satu sama lain, ketimbang mendukung secara fanatik salah satu paslon.

Pengamat Politik dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Arlan Siddha menilai saat ini dua paslon capres-cawapres sedang beradu strategi menarik perhatian swing voters yang jumlahnya sekitar 15-20%.

Sejauh ini elite di kedua kubu sepertinya berusaha memainkan isu untuk saling serang dan berjuang mendapatkan simpati rakyat. Tapi yang jangan dilupakan adalah persaingan politik harus tetap memberikan edukasi ke masyarakat bukan justru memecah belah.

"Mendekati pencoblosan sebaiknya para capres-cawapres melempar program dan gagasan ke masyarakat, supaya terlihat dan dinilai publik," kata Arlan.

Sementara itu, Ketua Umum HMI Komisariat Achmad Yani Juliyana berharap kegiatan yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat, organisasi mahasiswa, dan berbagai komunitas ini bisa memberikan pesan positif pemilu damai.

Generasi muda juga harus berani berperan aktif untuk menjawab permasalahan yang muncul di masyarakat demi terwujudnya pemilu yang damai tanpa isu SARA.

"Pemuda dan mahasiswa mesti menjadi garda terdepan demi menciptakan kondusivitas Pilpres 2019 dengan penuh rasa kebangsaan demi terjaganya keutuhan NKRI," tandas Juliyana.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 6.7883 seconds (0.1#10.140)