Dedi Mulyadi Kritik Politisi Perempuan Kurang Lirik Persoalan Keluarga

Rabu, 06 Februari 2019 - 20:44 WIB
Dedi Mulyadi Kritik Politisi Perempuan Kurang Lirik Persoalan Keluarga
Ketua DPD Partai Golkar Jabar Dedi Mulyadi berfoto bersama politisi perempuan seusai Diskusi Komunikasi Perempuan Politik, Rabu (6/2/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Para politisi, termasuk calon anggota legislatif (caleg) perempuan dianggap belum maksimal dalam memperjuangkan persoalan-persoalan yang dihadapi kaum perempuan.

Mereka dinilai lebih senang membahas kesetaraan gender atau hak-hak perempuan dalam politik ketimbang membahas isu-isu strategis soal perempuan. Sehingga, isi pembahasan mereka pun tidak menarik saat terjun langsung ke masyarakat.

"Karena kalau ngomong di masyarakat tentang kesetaraan gender kan masyarakat mah tidak mengerti," ungkap Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam Diskusi Komunikasi Perempuan Politik di Grand Hotel Preanger, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Rabu (6/2/2019).

Kondisi ironis tersebut, lanjut Dedi, masih melekat pada sebagian besar politisi perempuan di Indonesia. Padahal, banyak persoalan yang dihadapi perempuan-perempuan di Indonesia yang seharusnya mereka sorot.

"Isu-isu strategis yang melanda kaum perempuan gak pernah diomingin. Padahal, problem perempuan itu saya katakan problem dapur, anak-anak sekolah, hingga ditinggalkan suami kemudian menjanda tanpa ada jaminan. Isu-isu strategis itu yang sebenarnya menjadi tingkat kebutuhan yang sensitif dibutuhkan oleh perempuan mayoritas di Indonesia," papar Dedi.

Persoalan lainnya, lanjut Dedi, politisi perempuan pun kerap kurang proaktif dalam pembahasan anggaran. Padahal, dengan sensitivitasnya yang tinggi, Dedi yakin perempuan memiliki kemampuan lebih dalam tata kelola anggaran, seperti mengelola biaya kebutuhan rumah tangga.

"Misalnya ini anggaran harus efisien, ini anggaran harus diperbanyak untuk konsumsi publik, bukan menjadi kebutuhan konsumsi aparatur atau penyelenggara. Nah ini kan tidak pernah menjadi tema-tema yang menjadi pembicaraan mereka," bebernya.

Dedi kembali meyakinkan, perempuan sebenarnya diberikan kemampuan lebih dalam mengelola keuangan. Terbukti, setiap istri, kata Dedi, mampu mengelola uang yang yang diberikan suaminya untuk menutupi seluruh kebutuhan rumah tangganya, meskipun uang yang diberikan suaminya terbatas.

"Saya berikan contoh, ketika Ibu Sri Mulyani menjadi menteri keuangan, Indonesia menjadi tangguh. Siapa yang bisa bantah hari ini rupiahnya semakin menguat. Apalagi terobosan perjanjian Indonesia dengan Swiss untuk mengembalikan uang Indonesia yang ada di luar negeri, saya pikir hal itu tidak lepas dari peran Ibu Sri Mulyani," paparnya.

"Berdasarkan informasi data keuangan kan hampir mencapai Rp11.000 triliun. Ini kan salah satu prestasi. Andai itu balik, maka seluruh problem bangsa ini selesai," sambung Dedi.

Dedi juga menilai, pembahasan persoalan kesetaraan gender atau hak-hak perempuan dalam politik terlalu normatif. Dia berharap, para politisi perempuan, termasuk caleg Perempuan yang akan bertarung di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lebih memperjuangkan hak-hak perempuan saat terpilih nanti.

"Saya berharap, Pileg 2019 melahirkan politisi yang berkualitas dan benar-benar bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat. Karena jika calegnya tidak berkualitas, saya khawatir malah memberikan citra buruk bagi partainya sendiri," tandas Dedi.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.0349 seconds (0.1#10.140)