Kisah Nenek Arkiyem, Hidup Sebatang Kara di Rumah Tidak Layak Huni

Rabu, 06 Februari 2019 - 17:36 WIB
Kisah Nenek Arkiyem, Hidup Sebatang Kara di Rumah Tidak Layak Huni
Kondisi rumah Nenek Arkiyem. Foto/SINDOnews/Inin Nastain
A A A
MAJALENGKA - Kondisi Nenek Arkiyem (82 tahun) sungguh memprihatinkan. Di usianya yang sudah uzur, dia terpaksa tinggal sendirian di gubuk sempit Lingkungan Sindang Sari, RT 06/03, Kelurahan Sindang Kasih, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Pantauan SINDOnews, rumah berukuran sekitat 6x3 meter itu memang beratap genteng, seperti kebanyakan rumah yang ada di sekitarnya. Namun, dilihat secara keseluruhan, rumah itu jauh dari kata layak huni.

Dinding-dinding rumah mengunakan plafon GRC, bukan batu bata seperti pada umumnya. Begitu juga bagian lantai. Rumah itu tidak menggunakan ubin, hanya ada tanah liat. Kondisi langit-langit semakin menguatkan kesan memprihatinkan itu.

Di bagian dalam rumah, terlihat pagar sebagai langit-langit. Itu pun tidak utuh dan kondisinya sudah lapuk. Rumah dibagi menjadi dua bagian, yakni dapur dan ruang tidur. Tempat untuk buang air tidak ditemukan di sana.

Selain dua ruangan, rumah itu memang memiliki teras. Namun, lagi-lagi itu sekadar teras yang hanya dipenuhi barang-barang hasil si nenek memulung.

Kondisi memprihatinkan Nenek Arkiyem semakin lengkap dengan statusnya sebagai penghuni tunggal. Di usianya yang selayaknya ditemani oleh orang-orang tercinta, Arkiyem justru hidup sebatang kara. "Tidak punya anak, bapak (suami) meninggal. Sendirian saja," kata Nenek Arkiyem, Rabu (6/2/2019).

Untuk mempertahankan hidup sehari-hari, Nenek Arkiyem hanya mengandalkan kapuk atau botol bekas yang ada di pekarangan. Itu pun jika kapuk atau botol-botol bekas itu ada dan ada pihak pembeli. "Nyari kapuk dari kebun tetangga sama botol-botol bekas. Kapuk dijual satu karung, ya (harganya) sedikasihnya aja. Kalau nggak ada (kapuk dan botol), ya diem saja," papar dia.

Kegetiran nasib Arkiyem semakin terasa ketika memasuki musim hujan seperti sekarang ini. Dengan kondisi rumah seperti itu, tentunya tidak bisa melindungi bagian dalamnya dari cipratan dan rembesan air hujan. "Ya kalau hujan mah bocor," kata dia.

Kondisi Nenek Arkiyem tersebut mengundang keprihatinan dari warga sekitar. Meskipun tidak setiap hari, tetapi ada saja warga yang memberinya makan. "Kalau nggak ada yang ngasih, biasa dia ke rumah. Sebelumnya saya rutin ngirim makan ke sini, tapi karena suka ada yang ngasih, dianya bilang 'tidak usah dikirim, nanti kalau nggak ada yang ngasih, saya ke rumah.' Akhirnya ya sudah, tidak rutin kirim lagi," kata Ketua RT 06 Didi Muhdi.

Potret kehidupan Arkiyem sempat ramai jadi pembicaraan di Facebook dalam beberapa hari terakhir, setelah ada yang mengunggah foto rumahnya. Walhasil, unggahan itu pun sukses mencuri perhatian dari banyak orang.

Lurah Sindang Kasih, Bendi Supriadi mengaku sudah menyampaikan kondisi salah satu warganya itu ke sejumlah dinas. Masuk ke dalam program perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu) adalah salah satu tujuan yang ingin dicapai dari laporan itu.

"Kami sudah laporkan ke Dinsos, diajukan agar masuk ke dalam daftar penerima perbaikan rutilahu. Selain itu, untuk sehari-hari kami ajukan juga ke program Rantang Kanyaah (program memberi makan untuk masyarakat tidak mampu dari Dinsos)," jelas dia.

Sementara, untuk kebutuhan sehari-hari, Arikyem bisa dikatakan di bawah tanggung jawab dari ketua RT setempat. Hal itu lantaran selama ini kebutuhan Arkiyem seperti makan memang dipenuhi ketua RT itu.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5390 seconds (0.1#10.140)