Mendag Era SBY Sebut Jokowi Lebih Hebat dari Bandung Bondowoso

Sabtu, 02 Februari 2019 - 11:15 WIB
Mendag Era SBY Sebut Jokowi Lebih Hebat dari Bandung Bondowoso
Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan (Mendag) era pemerintahan SBY. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) dinilai sukses membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Masifnya pembangunan di berbagai bidang dalam lima tahun terakhir membuat dirinya dinilai layak disebut lebih hebat dari Bandung Bondowoso.

Sebutan tersebut keluar dari mulut Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia menilai, kinerja Presiden Jokowi di periode pertama pemerintahannya patut diapresiasi.

Menurut dia, kinerja pemerintahan Jokowi sudah on the track untuk menyongsong visi Indonesia sebagai negara termaju ke-4 di dunia pada 2045. Dia mengatakan, untuk mewujudkan visi tersebut, Indonesia harus melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi.

Menurut dia, investasi bak oksigen dalam pertumbuhan badan manusia. Tanpa investasi, pertumbuhan ekonomi tidak akan terwujud. Sejalan dengan hal itu, dia bersyukur karena iklim investasi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Pada 2005, Indonesia berada di urutan 154. Sementara pada 2014, naik ke posisi 120-an.

"Hari ini, Indonesia berada pada posisi 73. Artinya, beliau (Presiden Jokowi) berhasil memberikan iklim investasi yang baik," kata Luthfi dalam kegiatan Jumat Jempol di Saung Angklung Udjo, Jalan Padasuka, Kota Bandung, Jumat 1 Februari 2019 malam.

Lewat iklim investasi yang baik, lanjut Luthfi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan berada di angka 6,4 persen per tahunnya dimana pendapatan per kapitanya naik tiga kali lipat dibandingkan saat ini dan menjadi 29.000 dolar pada 2045.

"Kita saat ini masih di kelas menengah dengan penghasilan 4.051 dolar per tahunnya. Menurut proyeksi PwC (PricewaterhouseCoopers) pertumbuhan per kapita Indonesia akan tumbuh 300 persen. Ketika angka itu dicapai, Indonesia bisa menjadi negara kaya. Namun, kalau tidak tumbuh 6,4 persen atau di angka 5 persen, Indonesia akan tua sebelum kaya," paparnya.

Dia menjelaskan, agar Indonesia naik kelas menjadi negara maju dan tidak terus terjebak di kelas menengah, pemerintah harus melakukan dua program strategis, yakni investasi di bidang insfrastruktur dan transfer teknologi lewat pendidikan.

"Seperti kita ketahui, (program) pendidikan ini sudah kita jalankan dengan baik dimana 20 persen APBN/APBD kita utk pendidikan karena pada tahun 2045, 60 persen tenaga kerja kita harus lulus sarjana dan 90 persen harus lulus sma. Ini telah dilaksanakan di track yang benar," tuturnya.

Begitu juga investasi dalam bidang infrastruktur. Dia menyebut, sejak Indonesia merdeka hingga 2014, kapasitas terpasang tenaga listrik di Indonesia hanya 40 gigawatt. Sementara di era pemerintahan Presiden Jokowi, Indonesia mendapat tambahan tenaga listrik hingga 22 gigawatt.

"Listrik ini sangat penting dan dibutuhkan untuk mengkonversi bahan mentah dan barang setengah jadi untuk menjadi barang industri. Tanpa itu, kita tidak akan bisa sejahtera dan maju," terangnya.

Investasi bidang infrastruktur lainnya, sebut Luthfi, yakni pembangunan jalan. Dia mengatakan, Presiden Jokowi sukses membangun jalan enam kali lebih besar dibandingkan pemerintahan sebelumnya.

"Jadi kalau ditanya orang, Pak Jokowi ini membangun lebih hebat dari Bandung Bondowoso yang membangun 1001 candi dalam satu malam. Kita mesti memberikan apresiasi dan mudah-mudahan Indonesia menjadi negara yang maju di masa yang akan datang," lanjutnya.

Disinggung kegiatan Jumat Jempol yang digelar pihaknya, Luthfi mengatakan, Jumat Jempol akan wadah untuk menyapa kawan dan memberikan pencerahan kepada pihak lawan serta dalam rangka merapatkan barisan untuk memenangkan Jokowi yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 .

"Kami juga membuka ruang untuk adu gagasan bersama lawan politik," tandasnya. (Baca Juga: UBN: Pilihlah Calon yang Berpihak pada Kepentingan Umat dan Bangsa(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8208 seconds (0.1#10.140)