Pakar Ekonomi: Jawab Harapan Emil, bank bjb Perlu Nakhoda Baru

Jum'at, 01 Februari 2019 - 00:13 WIB
Pakar Ekonomi: Jawab Harapan Emil, bank bjb Perlu Nakhoda Baru
Pakar ekonomi dari Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Penyegaran di tubuh Bank Jabar Banten (bank bjb) dirasa perlu jika ingin membawa kultur dan semangat baru ke dalam bank pelat merah itu. Berbagai harapan baru yang dilontarkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dinilai akan sulit terpenuhi jika sumber daya manusia (SDM) bank bjb tidak diperbaharui.

Pendapat itu diungkapkan pakar ekonomi dari Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi saat mengomentari proses seleksi direksi bank bjb yang tahapannya sudah dimulai. Acu mengatakan, eksistensi bank bjb saat ini tidak terlepas dari peran besar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jabar dan Banten.

Suntikan modal dan transaksi dari pemerintah daerah menjadi ruh bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Jabar tersebut. Seiring pergantian tampuk kepemimpinan, Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat yang baru dan pemegang saham mayoritas ingin memberi sentuhan baru untuk bank bjb.

Orang nomor satu itu ingin arah bank bjb kembali ke semula, yakni sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD). Dia pun ingin bank bjb lebih fokus dalam mengembangkan sektor usaha mikro dan kecil menengah (UMKM).

"Sekarang bagaimana bank mampu memperhatikan entitas lain di luar pemerintah. Misalkan UMKM, infrastruktur, jadi itu hal yang baru," kata Acu di Bandung, Kamis (31/1/2019).

Selain itu, Acu pun menilai kinerja bank bjb dalam beberapa tahun ini kurang optimal. Padahal, menurut dia, bank bjb memiliki potensi yang besar untuk lebih bersaing dengan bank yang setingkat. "Bank besar, potensi besar, tapi kurang optimal," ujarnya.

Sebagai contoh, menurutnya, daya saing bank bjb di wilayah perkotaan masih kalah dibandingkan bank-bank lainnya. "BJB lebih kuat basisnya di kabupaten-kabupaten," sebut Acu.

Selain itu, tingkat bunga bank tersebut kurang kompetitif dibanding bank-bank lainnya. Hal ini tak dari peran pemerintah daerah yang besar dalam melakukan transaksi di bank tersebut.

"Kan kita melihat sebagian besar DPK di bank bjb lebih banyak mengandalkan dana-dana penyertaan modal pemerintah, kemudian dana-dana pengelolaan PNS (pegawai negeri sipil), dan sebagainya," papar Acu seraya menyebut, jumlah kredit bermasalah (NPL) di bank bjb juga lebih tinggi dari ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Tak hanya itu, Acu pun menilai, bank bjb kurang optimal dalam mengembangkan sistem teknologi informasi perbankan. "Menurut saya, dibandingkan dengan bank selevel yang sedikit lebih tinggi dibanding bank bjb dari sisi aset dan sebagainya, kemampuan sistem informasi teknologi di bank bjb sangat lamban. Kan kita sekarang di era digital," bebernya.

Oleh karena itu, Acu menilai, manajemen bank bjb perlu diperbaharui oleh SDM baru yang mampu menunjukan keberpihakan terhadap sektor-sektor itu. Dia berharap, seleksi calon direksi bank bjb yang telah dimulai berjalan baik, agar menjadi pintu masuk bagi profesional perbankan yang bisa mewujudkan kultur baru itu. Dia juga meyakini, sosok baru yang dihasilkan proses seleksi bisa memenuhi tantangan tersebut.

"Karena kalau tidak, menurut saya akan sama dengan sebelum-sebelumnya. (Proses seleksi) itu hanya bungkus baru dari pertimbangan-pertimbangan yang mungkin lebih banyak unsur politis dari pemegang saham, kepentingan politis pemegang saham. Bahwa pemegang saham merekrut berdasarkan kontrol yang cukup optimal terhadap dewan direksi di bank bjb" tegasnya.

Disinggung aturan main dalam proses seleksi tersebut, Acu mencium persoalan karena terkesan menutup kesempatan bagi sebagian pendaftar. Hal ini bertentangan dengan keinginan Ridwan Kamil yang akan membuka peluang dan kesempatan yang sama kepada setiap kandidat.

"Ini satu hal yang menurut saya tidak fair. Artinya, kita dalam merekrut apapun, yang lebih bagus itu semakin banyak kesempatan yang diberikan, tentu dengan batas-batas kompetensi yang sesuai. Itu akan lebih bagus karena pilihannya lebih banyak, lebih beragam," jelas dia.

Dengan begitu, lanjut Acu, persyaratan seleksi yang tertuang dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) bank bjb bisa saja dievaluasi demi proses yang terbaik.

"Menurut saya bukan suatu hal yang tabu, perubahan AD/ART bisa dilakukan, sepanjang jelas dasar pertimbangannya, jelas sasarannya, itu saya kira bisa dilakukan," katanya.

Perubahan AD/ART inipun, kata Acu, lazim dilakukan bank lain, termasuk yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Banyak BUMN-BUMN melakukan perubahan AD/ART. Ini cukup lazim. Perubahan kebijakan-kebijakan strategis perusahaan, kaitannya dengan perusahaan pelat merah, itu sangat dinamis, sepanjang memang sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan pasar," tandasnya.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9267 seconds (0.1#10.140)