IPPT Meikarta Kedaluwarsa tapi DPMPTSP Terbitkan IMB

Rabu, 23 Januari 2019 - 19:20 WIB
IPPT Meikarta Kedaluwarsa tapi DPMPTSP Terbitkan IMB
Sidang kasus suap proyek Meikarta di ruang 2 Pengadilan Tipikor pada PN Bandung. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
A A A
BANDUNG - Kejanggalan dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk megaproyek Meikarta di Kabupaten Bekasi terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (23/1/2019).

Kejanggalan itu berupa Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi menerbitkan IMB untuk Meikarta, padahal Izin Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IPPT) proyek properti itu telah kedaluwarsa. IMB Meikarta terbit pada September 2018, sedangkan IPPT hanya berlaku sampai Mei 2018.

Fakta tersebut terungkap saat tim JPU KPK mengajukan sejumlah pertanyaan terkait penerbitan IMB Meikaeta kepada saksi Sukmawati Karnahadijat yang menjabat Kabid Perizinan DPMPTSP Kabupaten Bekasi.

"Terdapat kejanggalan saat penerbitan IMB. Pasalnya, IPPT proyek Meikarta sudah kedaluwarsa. Secara aturan bagaimana?" kata jaksa kepada saksi Sukmawati.

"Seharusnya dalam keadaan hidup (IPPT masih berlaku)," jawab Sukmawat singkat.

Kemudian jaksa pun mempertegas pertanyaannya, kenapa Sukamawati menandatangani IMB proyek Meikarta, padahal IPPT telah kedaluarsa? Mendapat pertanyaan telak itu, Sukmawati diam, tak menjawab.

Tim JPU kembali menanyakan pemberian dan penerimaan uang Rp1 miliiar dari pengembang Meikarta kepada Sukmawati dan sejumlah orang di DPMPTSP, termasuk Kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati. Uang Rp1 miliar terkait memuluskan pengurusan izin pembangunan proyek Meikarta tersebut diterima pada Agustus 2018.

"Apakah setelah pengembang Meikarta memberikan uang Rp1 miliar kemudian IMB kekuar pada September 2018?" tanya JPU.

Sukmawati yang sudah terpojok akhirnya mengaku bahwa uang Rp1 miliar untuk memuluskan perizinan. "Iya benar (IMB terbit setelah Kepala DPMPTSP dan staf termasuk dirinya menerima uang dari pengembang Meikarta)," ujar Sukmawati.

Mendengar jawaban tersebut, dengan suara meninggi JPU Yadyn menyatakan, "Itulah. Prosedurnya sudah cacat karena sudah menerima uang!"

Kemudian jaksa mencecar Muhammad Kasimin (Staf DPMPTSP Kabupaten Bekasi) terkait kapan dan di mana uang Rp1 miliar dari pengembang Meikarta diberikan.

Muhammad Kasimin menjelaskan proses penerimaan uang Rp1 miliar itu diberikan saat sarapan pagi di Pasar Modern Bekasi). "Setelah lebaran sekitar Juli atau Agustus 2018, saya dapat telepon dari Taryudi (teedakwa). Dia tanya mau sarapan di mana? Saya bilang di Pasar Modern. Dia mau gabung, ya sudah datang saja," kata Kasimin.

Di Pasar Modern, Kasimin bertemu dengan Taryudi. Saat itu Kasimin masih berada di mobil. Terdakwa Taryudi meminta dia membuka bagasi mobil. Setelah terbuka, Taryudi meletakkan kardus di bagasi mobil itu. "Saya tanya, itu apaan? Dia (Taryudi) bilangnya titipan," ujar Kasimin.

Mendapat jawaban itu, JPU menyela karena kesaksian Kasimin di sidang berbeda dengan di berita acara pemeriksaan (BAP). "Sebentar-sebentar.Beda ini dengan BAP. Di BAP, saksi (Kasimin) menyebut Taryudi datang pakai mobil meminta pintu bagasi dibuka, lalu memasukan kardus. Saya (Kasimin) tanya itu apaan. Dijawabnya (Taryudi), ini (kardus berisi) uang," sergah JPU KPK.

Karena upaya berkilahnya gagal, Kasimin pun pasrah. "Iya begitu pak," tutur Kasimin.

Setelah menerima kardus berisi uang, dia menelepon Sukmawati Karnahadijat yang menjabat Kabid Perizinan DPMPTSP guna meminta arahan terkait uang itu untuk diantar ke mana, ke kantor atau rumah. Sukmawati kemudian melapor ke Kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati.

"Setelah itu bu Sukma bilang sudah ke rumah aja, tapi enggak jadi ke rumah, melainkan di Alfamidi Cikarang. Setelah sudah dapat arahan dan perintah dari Kadis, uang itu dibagi-bagi. Untuk Kasimin dan teman-teman Rp150 juta, sedangkan Rp250 juta kas DPMPTEP. Bu Kadis bilang tolong titip ke Luki (Luki Wijayanti). Lalu sisanya diserahkan ke Sukma," kata Kasimin.

Kasimin mengaku uang Rp150 juta yang merupakan bagiannya dibagikan kepada Luki dan kepada masing-masing stafnya total Rp50 juta. "Rp 100 juta saya bawa," ungkap dia.

Seusai persoalan uang Rp1 miliar, JPU kembali mencecar Kasimin soal pengajuan IMB Meikarta tahap pertama pada 10 September 2018. Dalam BAP, Kasimin menjelaskan, IMB ini diproses padq periode Januari-Februari. Saat itu, saksi dipanggil Sukmawati ke ruangan dan di dalam ruangan ada terdakwa Fitradjadja, Taryudi, dan Henry.

Ketiga terdakwa menanyakan tentang syarat dan prosedur pembuatan IMB apartemen. "IMB tahap pertama untuk 22 unit IMB, Selanjutnya pada 18 September untuk 2 IMB, dan 8 Oktober 5 IMB. Jadi total ada 29 IMB," kata Kasimin.

Sementara itu, Sukmawati mengaku bahwa pemberian uang Rp1 miliar itu sudah dibicarakan oleh Fitradjadja. Jaksa lalu membacakan BAP Sukmawati. Salam BAP tersebut pada Juli 2018, Fitradjadja datang dan mengatakan akan memberikan tanda terima kasih terkait proses perizinan.

"Saya (Sukmawati) mengatakan ke Fitradjadja agar ke pak Kasimin saja. Saya laporkan ke Dewi Tisnawati (Kepala DPMPTSP) karena Fitradjadja akan memberikan uang. Dewi bilang itu uang apa? Saya bilang itu uang terima kasih sudah dibantu perizinan Meikarta dan yang akan menerima Kasimin.

Dewi Tisnawati mengiyakan. Kasimin menelepon uang sudah diterima dan menanyakan mau digimanain? Saya hadap bu Dewi saya minta arahan, kemudian Dewi mengiyakan uangnya dibagi saja," kata jaksa membacakan BAP.

"Lalu bagaimana kelanjutannya?" tanya JPU.

"Setelah lapor ke Bu Dewi, Kasimin temui saya menyampaikan uangnya sesuai arahan tadi, Rp150 juta ke Kasimin dan Rp250 juta kas. Sisanya dipindahkan ke mobil saya," kata Sukmawati.

Setelah itu, ujar Sukmawati, sesuai arahan Dewi, dia menemui sopir Dewi di ruko Delta Mas. Sopir Dewi diminta memindahkan kardus berisi uang ke mobil warna merah. Selang beberapa pekan, sepulang rapat di Jakarta, Sukmawati bersama Said dipanggil ke rumah Dewi. Saat itu terjadi pembagian uang.

"Pak Said dengan Zaki Rp50 juta. Ke saya Rp150 juta untuk didistribusikan ke yang lain," kata Sukmawati.

"Bu Dewi berapa?," tanya jaksa.

"Sisanya," jawab Sukmawati.

Selain Sukmawati, tim JPU juga menghadirkan saksi Dewi Tisnawati (Kadis DPMPTSP), Muhammad Kasimin (48) staf Penerbitan DPMPTSP, Carwinda (52) staf DPMPTSP, Deni Mulyadi (41) Camat Babelan.

Lalu, Ujang Tatang (35) staf Bidang Tata Ruang dan Bangunan DPMPTSP, Luki Wijayanti (39) staf Pengelola Dokumen Perizinan DPMPTSP), dan Suhub (54) Asisten 3 Bidang Umum Setda Pemkab Bekasi. Mereka bersaksi untuk terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen P Siagian, Taryudi, dan Fitradjadja Purnama.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9338 seconds (0.1#10.140)