Rajinlah Samuri demi Mencegah Kanker Mulut

Selasa, 22 Januari 2019 - 07:44 WIB
Rajinlah Samuri demi Mencegah Kanker Mulut
Istimewa
A A A
JAKARTA - Angka kematian kanker mulut cukup tinggi, yakni sekitar 50%, dengan angka bertahan hidup kurang dari tiga tahun. Sementara, jumlah penderita kanker mulut di Indonesia meningkat pesat menjadi 2.764 pada 2020.

Fakta tersebut mengemuka dalam acara bertajuk 'Cegah Kematian akibat Kanker Rongga Mulut dengan Deteksi Dini Lesi Pra-Kanker Samuri: Periksa Mulut Sendiri' beberapa waktu lalu di Jakarta.

Kampanye Samuri (periksa mulut sendiri) merupakan bentuk edukasi bagi masyarakat untuk mengenali perubahan pada rongga mulut sebagai deteksi dini kanker mulut. Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk mengenali semua perubahan pada rongga mulut masih rendah.

Samuri merupakan upaya Ikatan Spesialis Penyakit Mulut Indonesia (ISPMI) mengedukasi masyarakat untuk memeriksa mulut secara mandiri. Di dunia, angka kematian yang disebabkan kanker rongga mulut sangat tinggi, yaitu 50%. Sementara di Indonesia, jumlah penderita kanker rongga mulut tercatat 5.329 pada 2012 dan diproyeksikan meningkat 21,5% pada 2020.

Diketahui, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker mulut, antara lain merokok, mengunyah tembakau, mengonsumsi alkohol, virus, pola makan, hingga latar belakang genetik.

Dalam studi terbaru juga diungkapkan bahwa kebiasaan menyirih juga dapat menyebabkan kanker mulut. Drg Rahmi Amtha MDS SpPM PhD, ketua Ikatan Spesialis Penyakit Mulut Indonesia, memaparkan hasil penelitian independen terakhir yang dilakukan di Jakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko penyebab kanker mulut di Jakarta dan NTT yang tertinggi adalah merokok, mengunyah sirih, dan minum alkohol,” sebutnya dalam presentasinya.

Di NTT, penyebab utama tertinggi kanker rongga mulut adalah buah pinang, tembakau, dan alkohol. Penderita kanker mulut terbanyak adalah laki-laki berusia di atas 40 tahun. Rahmi menyebut, 64% kanker mulut dapat diawali lesi prakanker yang ditandai dengan perubahan warna. Tekstur atau tampilan mukosa mulut normalnya berwarna merah muda dan kenyal. Jika terjadi perubahan warna menjadi putih, merah, atau kombinasi keduanya, hal ini dapat menjadi petunjuk adanya lesi yang memerlukan perhatian.

Hal ini sayangnya jarang disadari penderita. Sebab, selain tidak memperhatikan perubahan warna dan tekstur rongga mulut, penderita juga tidak merasakan sakit sehingga gejala awal ini diabaikan.

Rahmi menjelaskan, tanda-tanda awal kanker mulut dikenali dengan adanya perubahan warna dan tekstur serta luka yang tidak sembuh selama lebih dari satu bulan."Banyak orang tidak mengetahui bahwa dia menderita kanker rongga mulut karena tidak ada rasa sakit dan tidak mengetahui tanda-tandanya,” bebernya.

Di Indonesia banyak ditemukan pasien yang menderita kanker rongga mulut dengan lokasi di lidah. Dia menambahkan, angka bertahan hidup pasien kanker rongga mulut tergolong kecil, yakni di bawah tiga tahun. Apabila lesi prakanker dapat ditemukan dan kemunduran selnya belum terlalu jauh serta respons pengobatan masih baik, angka bertahan hidup pasien dapat meningkat lebih dari 80% atau di atas lima tahun sehingga angka kematian dapat diturunkan.

Maka itu, Ikatan Spesialis Mulut saat ini melakukan edukasi dan sosialisasi lebih banyak. Salah satunya dengan gerakan Samuri. "Melalui gerakan ini, masyarakat akan diajarkan bagaimana memeriksa mulut secara mandiri dan menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik,” ucap Rahmi.

Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia Dr drg R M Sri Hananto Seno SpBM (K) MM mengatakan, diagnosis dini kanker mulut menjadi prioritas tujuan kesehatan masyarakat, di mana dibutuhkan profesional kesehatan andal. Di sinilah dokter gigi memegang peran penting.

"Dokter gigi tidak hanya memeriksa masalah pada gigi, tetapi penting melakukan deteksi awal kanker mulut," ucap Seno. (Sri Noviarni)
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9327 seconds (0.1#10.140)